Revisi UU Peternakan Harus Pro Rakyat

Wednesday 27 Nov 2013, 4 : 37 pm

JAKARTA-Sejumlah LSM mendesak perubahan Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan (UU PKH) harus berpihak pada keberpihakan pada kepentingan nasional, tidak semata-mata menyelesaikan RUU luncuran (carry over).  “Undang-undang sebelumnya belum berusia lima tahun, baru tiga-empat tahun. Tapi, sekarang sudah ada lagi RUU usul inisiatif DPR, ada penyesuaian-penyesuaian yang akan dimasukkan,” kata Ketua Umum Federasi Masyarakat Perunggasan Indonesia (FMPI), Don P Utoyo di di DPD RI, Jakarta, Kamis,( 27/11).

Perbaikan UU PKH dianggap penting, sambung Don, karena akan mengatur konsumsi pangan dalam menyehatkan dan mencerdaskan generasi penerus bangsa. Tapi RUU PKH harus tetap mempertahankan subtansi yang relevan dan mengakomodasi substansi yang baru sesuai situasi dan kondisi masa kini dan masa nanti.

Menurut Don, konsumsi pangan bergizi rata-rata masyarakat Indonesia masih rendah, padahal konsumsi pangan bergizi justru meningkatkan kesehatan dan kecerdasan generasi penerus bangsa atau masyarakat.  “Kekurangan konsumsi pangan hewani bergizi bagi generasi penerus bangsa adalah ancaman lost generation,” ujarnya.

Indonesia memproduksi daging dan telur yang jumlahnya cukup, yakni 65-69% asupan protein hewani asal ternak (daging dan telur). Posisi yang harus dipertahankan, agar tidak tertinggal jauh dari asupan protein hewani asal sumber lain (susu dan daging). Sebagai catatan, konsumsi protein hewani asal ternak (daging, telur, susu) hanya 6,5 gram/kapita/tahun, sedangkan konsumsi protein hewani asal ikan 13,5 gram/kapita/tahun.

Jika populasi penduduk Indonesia berkisar 250 juta jiwa tentu saja kebutuhan protein hewani meningkatkan signifikan, karena daging ayam broiler adalah pendukung utama pemenuhan kebutuhan daging nasional, yakni 9 kg/kapita/tahun, disusul sapi dan kerbau (2,2 kg/kapita/tahun), ayam bibit dan layer aktif (1 kg/kapita/tahun), ayam buras (lokal) (1 kg/kapita/tahun), babi (1 kg/kapita/tahun), kambing dan domba (0,5 kg/kapita/tahun), dan itik (0,2 kg/kapita/tahun), dan lainnya (0,1 kg/kapita/tahun).

Ihwal perunggasan, Don menyebut Indonesia sudah swasembada. Apabila tak ada distorsi, pelaku perunggasan optimis menghadapi target ketahanan pangan nasional dan global di tahun 2050. “Tahun 2050 hampir dua kali lipat populasi sekarang, jadi kebutuhan pangan pokok menjadi utama, dan pangan ternak menjadi sangat penting,” ucapnya.

Ditambahkan, perunggasan merupakan agribisnis yang murni bertumbuh dan berkembang di masa Republik Indonesia. Berbagai kegiatan produksi mulai dari hulu, on-farm, ke off-farm mempunyai peran yang besar, yaitu sebagai pusat pertumbuhan, merangsang produksi sektor lain, menciptakan lapangan pekerjaan, menciptakan peluang usaha, membantu penguatan basis ekonomi nasional, mengurangi dampak ketergantungan global, maupun ikut berperan dalam pengentasan kemiskinan. **cea

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

UMM Harus Ajarkan Kebahagiaan Intelektual dan Spiritual

MALANG-Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) harus mampu mengajarkan kebahagiaan intelektual dan

KPK Luncurkan Aplikasi ‘JAGA’ Cegah Korupsi Sektor Strategis

JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Memorandum of Understanding (MoU) dengan