RUU Kebudayaan Harus Sejahterakan Masyarakat

Tuesday 17 May 2016, 5 : 50 pm
ilustrasi

JAKARTA-Kapuslitbang Film Kemdikbud RI Maman Wijaya menegaskan spirit dari RUU Kebudayaan harus melindungi, memelihara, melestarikan dan budaya. Sehingga bisa memberikan manfaat bahkan kesejahteraan untuk masyarakat. “Memang budaya itu bisa dilakukan melalui pendidikan, tapi prosesnya lambat, sehingga yang cepat adalah melalui kekuasaan. Yaitu UU ini. Untuk itu, pemerintah bersyukur kepada DPR RI atas inisiatif RUU ini dan sebaiknya secepatnya disahkan,” katanya di Jakarta, Selasa (17/5/2016).

Menurut Maman, ada dua aliran kebudayaan; yaitu pesimistis dan optimistis. Yang optimis justru membiarkan budaya itu berproses secara alami dan terus terjadi regenerasi sejak dari nenek moyang sampai generasi yang akan datang. Sedangkan yang pesimistis, tak akan mampu mempertahankan budaya yang ada meski dikawal oleh negara. “Nah, Indonesia mengambil jalan tengah, yaitu melindungi, memelihara dan memanfaatkannya dengan UU,” ungkapnya.

Unsur-unsur budaya antara lain, kata Maman, pertama, bahasa Indonesia, mempunyai kedudukan sebagai bahasa nasional dan bahasa negara. Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai: lambang identitas nasional, alat pemersatu, lambang kebanggaan nasional dan alat perkembangan antar budaya dan antar daerah.

Dalam kedudukan sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai: bahasa resmi kenegaraan, bahasa pengantar di lembaga pendidikan, bahasa resmi dalam perhubungan pada tingkat nasional, bahasa resmi dalam pengembangan kebudayaan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan serta teknologi modern.

Kedua, seni, merupakan perwujudan daya cipta seseorang atau sekelompok orang yang mengaktualisasikan ide atau gagasan ke dalam ungkapan-ungkapan yang mempunyai makna tertentu, dalam media seni visual, seni pertunjukan, seni sastra, seni media rekam, atau media gabungan diantaranya. Kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan berada dalam keterikatan hubungan antara seni, seniman, dan masyarakat penikmat seni, yang hidup, tumbuh, dan berkembang secara dinamis.

Ketiga, nilai budaya, adalah konsep abstrak mengenai masalah dasar yang amat penting dan bernilai dalam kehidupan manusia. Masalah dasar yang dimaksud adalah masalah hubungan manusia dengan kehidupan, manusia dengan kekuatan supranatural, manusia dengan alam, manusia dengan manusia, manusia dengan waktu, dan manusia dengan kerja.

Kebudayaan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui proses belajar. Muatan yang dipelajari meliputi seluruh unsur-unsur kebudayaan yang antara lain berupa unsur-unsur yang bersifat material (kebendaan ataupun perilaku) dan yang bersifat non-material, seperti nilai-nilai, norma, hukum, dan aturan-aturan khusus. Pengetahuan yang diperoleh dari proses belajar manusia terhadap lingkungannya disebut sistem pengetahuan lokal.

Pemahaman masyarakat mengenai arti penting ”nilai budaya” dalam kehidupan tanpa disadari ditangkap maknanya melalui perilaku tolong menolong sesama ataupun melalui pemberian bantuan berupa bahan kebutuhan pokok pada saat sangat dibutuhkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat tentang arti penting ”nilai budaya” dalam kehidupan bermasyarakat sangat universal. Permasalahan yang dihadapi masyarakat manakala ”nilai budaya” yang dianggap penting akan ditransformasikan kedalam wujud perilaku ataupun dalam wujud benda dapat beraneka ragam. Oleh karena itu, pemahaman mengenai keanekaragaman ”nilai budaya” di masyarakat sangat diperlukan dalam upaya memberikan pemahaman mengenai arti penting persatuan dalam keberagaman dan kesatuan dalam nilai-nilai kebangsaan.

Keempat, adat istiadat, adalah kompleks konsep serta aturan yang mantap dan terintegrasi kuat dalam sistem budaya dari suatu kebudayaan yang menata tindakan manusia dalam kehidupan sosial kebudayaan itu. Sistem budaya meliputi unsur nilai budaya, norma hukum, dan aturan-aturan khusus.

Adat istiadat berfungsi menata tindakan manusia dalam kehidupan sosial kebudayaan. Karena masyarakat Indonesia bersifat majemuk, adat istiadat yang berlaku di satu daerah, tidak berlaku di daerah lain. Adat istiadat juga bersifat relatif dalam arti apa yang dianggap baik bagi kehidupan sosial tertentu, bagi kehidupan sosial lain belum tentu baik (relativisme kebudayaan).

Oleh karena itu, adat istiadat perlu diperkenalkan kepada pendukung adat istiadat yang berbeda agar jangan sampai terjadi prasangka etnik yang bersifat negatif yang dapat memicu konflik. Jika adat istiadat suatu kelompok etnik tidak di pahami sebagai berdasarkan sudut pandang dari kelompok etnik yang bersangkutan (emic view), maka dikhawatirkan akan menimbulkan kesalahfahaman diantara kelompok etnik yang berbeda.

Keberagaman kelompok etnik merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dihindari. Jika keberagaman tersebut tidak di tata dalam suatu tatanan sosial (social order) yang saling menghargai dan kepekaan toleransi, maka akan timbul ketidakjelasan di masyarakat tentang adat istiadat yang digunakan, kedudukan dan peranan setiap pelaku, kapan dan dimana kegiatan dilakukan, mengapa menggunakan adat istiadat itu, dan bagaimana mewujudkan adat istiadat agar efektif dan efisien.

Kelima, benda budaya, adalah benda hasil karya cipta untuk memenuhi kebutuhan hidup dan beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya. Benda budaya sebagai unsur kebudayaan yang bersifat kebendaan meliputi kebudayaan lama dan asli yang didalamnya tercakup peninggalan masa lalu yang berupa benda cagar budaya. Benda budaya mempunyai fungsi penting sebagai tonggak sejarah, yang dapat mencerminkan budaya dan dapat berguna untuk kehidupan berbangsa, yaitu sebagai landasan pengembangan jati diri bangsa dan pengembangan kebudayaan nasional.

Benda budaya yang merupakan hasil kreasi bangsa, bermutu tinggi, memberi inspirasi, dan memberi nilai identitas diri bangsa, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan, perlu dilestarikan dan berpeluang menjadi cagar budaya. Untuk penentuan benda budaya yang berpeluang menjadi benda cagar budaya perlu dilakukan penilaian melalui lembaga kepakaran, serta untuk upaya pelestariannya diberlakukan ketentuan peraturan perundang-undangan Nomor 5 tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.

Termasuk produk industri budaya. Produk Industri Budaya itu meliputi antara lain benda-benda yang didalamnya terkandung unsur-unsur: teks (seperti pada buku, CD-Rom). Benda-benda produk Industri Budaya dapat mempunyai unsur-unsur substantif yang visual, auditif, dan kinetis. Disamping yang berupa benda-benda, Industri Budaya juga dapat memproduksikan jasa, misalnya yang berupa penataan acara (khususnya yang terstruktur dan berkala), seperti festival, pertunjukan, dan peragaan adat-istiadat. Posisi bangsa Indonesia dewasa ini terdesak dan terlanda oleh hasil-hasil Industri Budaya negara-negara maju, seperti produk-produk audio-visual (sinetron dan video-klip yang disiarkan melalui TV), maupun kemasan-kemasan rekaman (seperti VCD). Hasil budaya massa ini mempengaruhi produk dalam negeri, sehingga sejumlah hasil Industri Budaya dalam negeri pun pada hakikatnya merupakan tiruan dari budaya bangsa lain.

Keenam sejarah, adalah peristiwa yang terjadi di masa lampau. Suatu peristiwa yang dianggap penting oleh penulisnya ditulis secara kritis ilmiah dengan menggunakan metodologi ilmu sejarah yang bertujuan untuk memperoleh kebenaran yang objektif. Penulisan sejarah secara kritis ilmiah berbeda dengan penulisan hikayat, babad, atau himpunan pengalaman. Penulisan sejarah secara kritis ilmiah memerlukan keahlian khusus di bidang metodologi ilmu sejarah, sedangkan penulisan hikayat, babad, atau himpunan pengalaman tidak menggunakan metodologi ilmu sejarah.

Pemahaman masyarakat mengenai peristiwa di masa lampau yang sudah diterima sebagai ”kebenaran yang objektif” berbeda dengan pemahaman sejarah dalam arti penulisan sejarah secara kritis ilmiah.

Padahal penulisan sejarah secara kritis tidak pernah selesai sampai penulisan sejarah mengenai suatu peristiwa di masa lampau diterima sebagai ”fakta keras.” Masyarakat perlu memperoleh pemahaman sejarah yang benar dan objektif dengan memberikan penjelasan tentang metodologi penulisan sejarah yang benar dan objektif sehingga berbagai peristiwa masa lampau yang masih belum jelas kebenarannya dan masih diperdebatkan (diskursus) di kalangan ahli sejarah disampaikan secara arif dan bijaksana kepada masyarakat luas. Dengan demikan, masyarakat luas tidak dibingungkan dengan pernyataan-pernyataan sejarah yang belum disepakati sebagai ”fakta keras.”

Dengan mempelajari penulisan sejarah yang benar dan objektif, masyarakat akan memperoleh pemahaman sejarah yang telah disepakati oleh para sejarah. Oleh karena itu, diperlukan pengaturan dalam penulisan sejarah yang benar dan objektif.

Ketujuh, spiritualitas, religi dan sistem kepercayaan. Peranan religi dalam kehidupan manusia berbudaya sangat penting, meskipun religi itu langsung akan dipilah menurut agama-agama besar yang dikenal mempunyai sejarah yang panjang. Sementara itu religi dikenal sesuai agama-agama besar seperti: Islam, Kristen Katholik, Kristen Protestan, Hindu dan Budha. Agama Kristen dan Islam adalah agama monotheis atau agama yang menganut Ketuhanan yang Esa, agama lain seperti agama Budha yang mengenal Sidharta Gautama dan Nirwana. Agama besar lainnya yaitu agama Hindu dengan pluralitas dewa-dewa.

Religi dapat dipilah sesuai dengan agama, sesuai peluang untuk menganut kepercayaan cukup beragam misalnya aliran kebatinan dan lain-lain yang tidak dipermasalahkan. Dengan menyebutkan dimensi kebatinan ini, kita akan menyentuh persoalan mendasar dalam kebudayaan yang menyangkut spiritualitas yang jarang memperoleh tempat secara khusus dan dianggap tidak identik dengan religi dan kepercayaan.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Indonesia FEMC Terbitkan CoC Pasar Keuangan Indonesia

JAKARTA – Indonesia Foreign Exchange Market Committee (Indonesia FEMC) menyerahkan secara

Indonesia Investment Authority Jadi Penopang Pemulihan Ekonomi 2021

JAKARTA-Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan langkah-langkah strategis pemerintah,