JAKARTA-Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Adrianus Garu menegaskan, ajang Pilkada bukan untuk memecahbelah dan bermusuhan. Pilkada adalah pesta demokrasi, di mana masyarakat menentukan pilihannya siapa calon yang layak menjadi pemimpin untuk lima tahun mendatang. “Esensi pilkada adalah memilih pemimpin, bukan untuk saling bermusuhan, saling jegal, sikut, dan saling ‘potong antar calon. Perbedaan pilihan politik boleh-boleh saja, tetapi jangan sampai membenci orang yang tidak sepaham dengan kita,” kata Adrianus dalam keterangan pers yang diterima redaksi www.beritamoneter.com, Jumat (2/10).
Seperti diketahui, pesta demokrasi di tingkal lokal itu akan digelar secara serentak untuk 269 daerah pada 9 Desember mendatang. Hiruk-pikuk menyambut pesta demokrasi tersebut sudah terasa. Berbagai kampanye negatif maupun kampenye hitam bermunculan hadir di tengah-tengah masyarakat. Akibatnya, di berbagai tempat, kehadiran Pilkada menyebabkan masyarakat terkotak-kotak, terbelah dan membentuk kubu-kubu. Padahal, para pendukung adalah teman, saudara atau rekan kerja yang masih punya hubungan keluarga satu dengan yang lain. “Ini sangat mengkhawatirkan,” ujarnya.
Sebelumnya, pada Selasa (29/9) lalu, senator NTT ini menyampaikan kekhawatirkan terkait persoalan pilkada dalam Sosialisasi Empat Pilar Bangsa di kota Ruteng, Kabupaten Manggarai, Propinsi NTT.
Berbicara di depan pemuda dan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA), Adrianus menekankan pentingnya persatuan dan kesatuan. Bentuk konkrit merajut persatuan anak bangsa yaitu dengan menjaga dan melestarikan empat pilar bangsa yaitu Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Alasannya, empat pilar itu sebagai perekat bangsa ini.
Menurut anggota Komite IV DPD ini, hakikat Pilkada adalah melahirkan pemimpin di tingkat lokal untuk memimpin daerah. Mereka bertugas membangun daerah untuk memajukan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Untuk itu, pemimpin yang terpilih nanti wajib menjaga dan merawat empat pilar bangsa agar bisa membangun dengan baik dan tenang. “Jika dari pilkada sudah ada permusuhan, bagaimana membangun bangsa atau daerah nanti. Pilkada jangan sampai merusak dan melemahkan nilai-nilai bangsa. Masyarakat juga jangan gampang terbelah hanya karena persaingan pilkada,” tutur mantan anggota DPRD kabupaten Manggarai ini.
Dia mengaku prihatin dengan laporan masyarakat, khususnya di NTT yang menyebutkan ajang pilkada membuat satu dengan yang lain mengambil jarak. Pilkada menimbulkan gesekan di dalam birokrasi, saling curiga antar masyarakat dan pegawai serta membentuk kubu-kubu yang tidak ada kaitannya dengan pekerjaan. Di dalam masyarakat biasa, persaingan Pilkada menyebabkan hubungan antar warga menjadi renggang dan tidak mau ikut kerja gotong royong membangun desa atau kampung karena terbelah dalam persaingan pilkada. Bahkan dalam pengalaman-pengalaman pilkada sebelumnya, ada warga yang bermusuhan secara terus-menerus. Padahal event pilkada sudah lewat.
Adrianus menegaskan persaingan Pilkada hanya sesaat. Kebersamaan dan gotong royong adalah nilai-nilai yang telah ada dan harus terus dirawat. “Jangan sampai, demi persaingan sesaat, semua nilai tersebut menjadi hancur,” terangnya.
Karena itu, dia berharap masyarakat semakin dewasa dan cerdas menyambut pilkada. “Masyarakat jangan terjebak dan larut dalam persaingan yang menimbulkan konflik,” pungkasnya.