Senator NTT: Pola Penyerapan Anggaran Harus Diubah

Tuesday 1 Sep 2015, 10 : 25 pm
by
Senator NTT, Adrianus Garu

JAKARTA-Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Adrianus Garu mengusulkan kepada pemerintah agar pola penyerapan anggaran harus diubah. Caranya, pada saat penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) , sudah harus sekaligus menyerahkan petunjuk pelaksana (juklak) maupun petunjuk teknis (juknis). Setelah penyerahan ketiga hal tersebut, langsung dilakukan asistensi. Sehingga, bulan Februari hingga Maret sudah mulai perencanaan, termasuk proses lelang. Dengan demikian bulan April sudah mulai proyek. “Jika pola bisa diubah seperti ini maka tidak akan terjadi lagi bahwa enam bulan pertama tidak ada penyerapan anggaran,” ujar Senator asal NTT itu di Jakarta, Selasa (1/9).

Menurutnya, lambatnya penyerapan anggaran tahun 2015 menjadi persoalan serius saat ini. Lambatnya penyerapan anggaran karena pola yang dipakai selama ini kurang tepat. Jeda waktu antara penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dengan penyerahan petunjuk pelaksana (juklak) maupun petunjuk teknis (juknis) atau operasional sangat lama. “Jangan selalu menyalahkan pemerintah daerah. Yang salah sesungguhnya pemerintah pusat karena pola yang diambil tidak tepat,” kata Adrianus.

Data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebutkan penyerapan belanja kementerian/lembaga semester I (enam bulan pertama) hanya Rp 208,5 trilun atau 26,2 persen dari pagu APBN Rp 795,5 trilun. Sementara data Kementerian Dalam Negeri menyebutkan realisasi belanja APBD propinsi per 30 Juli rata-rata 25,9 persen dan realisasi belanja APBD kabupaten/kota rata-rata 24,6 persen.

Ia menjelaskan setiap tanggal 2 Januari, pemerintah pusat menyerahkan DIPA ke pemerintah daerah. Bulan Juni dikirim juklak dan Juli dikirim juknis-nya. Selama bulan Agustus dilakukan asistensi. Baru bulan September dilakukan perencanaan dan bulan Oktober baru mulai proyek atau pembangunan. Bahkan ada yang masuk bulan Nopember baru mulai pembangunan. Padahal tutup buku anggaran adalah bulan Desember. “Kalau seperti ini terus polanya, proyek-proyek di daerah pasti selalu gagal karena waktu pengerjaannya singkat. Yang parahnya, ada kebut-kebutan proyek karena harus menghabiskan anggaran yang ada. Jadi memang anggaran itu baru mulai terserap Oktober ke atas. Tidak salah kalau terjadi seperti sekarang ini,” tutur anggota Komite IV DPD ini.
Dia bahkan mengusulkan agar hasil Musyawarah Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) bisa langsung ditetapkan menjadi Undang-Undang (UU). Pasalnya, Musrenbangnas adalah forum tertinggi untuk perencanaan pembangunan. Dengan demikian tidak perlu lagi adanya UU khusus tentang APBN. Model seperti itu bisa menghasilkan pembangunan atau proyek sesuai dengan aspirasi masyarakat atau daerah karena musrenbang adalah perencanaan yang dibutuhkan rakyat, bukan proyek titipan seperti seringkali terjadi pada pembahasan APBN. “Supaya pembangunan cepat dan sesuai kebutuhan masyarakat, tetapkan saja Musrenbangnas menjadi UU. Tidak perlu lagi UU APBN. Kalau ini dipakai, sistem penyerapan anggaran bisa lebih cepat lagi karena tidak ada waktu lagi untuk pembahasan APBN,” tegasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Kuasa Hukum Fahri Hamzah Beri “Kuliah Hukum” Ke Pimpinan PKS

JAKARTA-Kubu Fahri Hamzah tidak memahami langkah pimpinan PKS yang tidak

Perhiasan Logam Indonesia Alami Pertumbuhan 70,12%

JAKARTA-Kilau perhiasan logam Indonesia begitu memikat pasar global. Perhiasan yang