Strategi Pertumbuhan Melalui Peningkatan Perdagangan

Monday 21 Jul 2014, 1 : 42 am
by

SYDNEY-Menteri Perdagangan (Mendag)Muhammad Lutfi memimpin delegasi Indonesia pada Pertemuan Tingkat Menteri Perdagangan Kelompok 20 Ekonomi Terbesar Dunia (G20) di Sydney, Australia, yang berlangsung pada 18-19 Juli 2014 lalu. Salah satu agenda yang dibahas pada pertemuan tersebut yaitu rencana aksi guna mendukung peningkatan pertumbuhan GDP minimal 2% lebih tinggi dari tren 2013-2018.

Turut hadir dalam pertemuan ini para Menteri dari Australia, Amerika Serikat, Argentina, Afrika Selatan, Brasil, India, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Korea, Meksiko, Prancis, Rusia, Saudi Arabia, Tiongkok, Turki, dan Uni Eropa. Hadir pula pimpinan dari tiga Organisasi Internasional (Bank Dunia, WTO, dan OECD) serta Menteri Perdagangan Non- Anggota G20 yaitu Selandia Baru, Singapura, dan Spanyol.

Upaya perumusan rencana aksi perdagangan dan strategi pertumbuhan “ekstra 2%” menjadi tujuan pokok G20 tahun ini mengingat perlunya mendorong ritme pertumbuhan ekonomi dunia kembali ke masa sebelum krisis 2008 dengan rata-rata pertumbuhan tahunan di bidang perdagangan mencapai 6%. Sedangkan perkiraan pertumbuhan tahun ini, meskipun lebih tinggi dibanding tahun lalu, baru mencapai 4,7%.

Para Menteri Perdagangan G20 juga membahas isu hambatan perdagangan, perdagangan lintas batas, dan partisipasi dunia usaha dalam rantai nilai regional dan global. Kemunculan risiko perlambatan ekonomi dan melemahnya perdagangan dunia akibat kebijakan proteksionisme mendorong G20 untuk menegaskan kembali standstill commitment and roll-back of protectionist measures hingga akhir tahun 2016 guna menghilangkan hambatan perdagangan dan meningkatkan investasi.

Selain itu, Negara-Negara G20 menyampaikan upaya konkret yang mereka lakukan di tingkat nasional sebagai bagian dari Strategi Pertumbuhan. Sebagian besar dari negara anggota menyampaikan pandangan tentang pentingnya penyederhanaan prosedur bea cukai demi kelancaran perdagangan barang. Strategi Pertumbuhan melalui implementasi Kesepakatan Fasilitasi Perdagangan sebagai salah satu Paket Bali yang dihasilkan dari pertemuan Tingkat Menteri Perdagangan ke-9 Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) pada Desember 2013 lalu, turut menjadi fokus utama Negara G20.

Beberapa negara seperti Korea, Tiongkok, dan Prancis menyampaikan bahwa sistem perizinan dan perdagangan satu atap merupakan jawaban bagi peningkatan pertumbuhan perdagangan. Sistem komputerisasi satu atap dipercaya dapat mengurangi biaya perdagangan sehingga memudahkan dunia usaha untuk meningkatkan aktivitas bisnis mereka.

Para Menteri Perdagangan juga menyampaikan perhatian mereka terhadap pembangunan infratstruktur. “Para Menteri yang berbicara dalam agenda Strategi Pertumbuhan sepakat bahwa perdagangan merupakan kunci pendorong pertumbuhan. Demi mencapai pertumbuhan GDP kolektif sebesar 2% pada 2018, pembangunan infrastruktur transportasi bagi kelancaran arus barang dan jasa menjadi kunci utama Strategi Pertumbuhan. Investasi bagi pembangunan infrastruktur ini dapat dicapai dengan kerja sama erat pemerintah dan sektor swasta (Public-Private Partnership/PPP),” jelas Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, Bachrul Chairi.

Indonesia juga menjelaskan mengenai capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2003–2009 dan tumbuh pesatnya kelompok masyarakat berpenghasilan menengah yang memberikan tantangan berupa kebutuhan investasi besar dalam hal infrastruktur distribusi, transportasi, logistik, pangan dan energi. “Kami membutuhkan lebih banyak investasi dalam bidang infrastruktur, transfer teknologi, dan pendidikan,” ujar Lutfi.

Selain itu, Indonesia menyampaikan bahwa produksi dan ekspor Indonesia masih tergantung pada beberapa produk komoditas seperti Crude Palm Oil (CPO), produk kayu, serta karet dan produk karet, sehingga bagi Indonesia peran ekspor maupun impor sama pentingnya. Oleh karena itu, Indonesia meminta agar Negara Anggota G20 dapat membuka pasar bagi tiga produk unggulan tersebut, serta memberikan ruang gerak kepada Indonesia untuk mengelola kebijakan perdagangan yang dapat melindungi program hilirisasi dan diversifikasi produk nasional.

Hal ini ditekankan dalam pertemuan karena Indonesia juga dikenal sebagai negara importir bagi barang-barang bernilai jual tinggi dari negara G20. “Kenapa kita (harus) membeli pesawat dari negara lain? Padahal kenyataannya kita masih memiliki masalah untuk menjual produk kita ke luar negeri,” jelas Lutfi.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Setelah Jabar, Program Sambung Listrik Gratis Akan Geser ke Jateng dan Jatim

BEKASI-Pemerintah menargetkan memasang 4.000 sambungan listrik di Kabupaten Bekasi, dari

Survei IDM: Anies-Sandi Menang Putaran Kedua

JAKARTA-Indonesia Depelovment  Monitoring (IDM) menggelar survei Survei Jajak Pendapat Masyarakat