Swasta Masih Kecil Terlibat Riset dan Penelitian

Monday 12 Feb 2018, 5 : 01 pm
Anjasmara

JAKARTA-Dana riset dan penelitian Indonesia dinilai paling kecil di Asean. Karena itu, iptek dinilai belum menjadi prioritas nasional. Hal ini ditunjukkan dengan minimnya anggaran yang disedikan, yakni hanya 0,08% dari PDB. Tentu sangat kecil dibandingkan China yang mencapai 1,5% dan Korea 3,4% dari PDB. “Kecilnya biaya riset ini, tidak memiliki daya dorong untuk menghasilkan iptek mendukung Innovation Driven Economy (IDE),” kata anggota Dewan Pakar IKA ITS Satya W Yudha dalam diskusi “Hilirisasi Inovasi Hasil Riset Untuk Industri & Jasa” di Jakarta, Senin (12/2/2018).

Menurut anggota Komisi VII DPR, dana riset Indonesia masih bertumpu 80% dari APBN. Padahal keterlibatan swasta merupakan syarat mutlak IDE. Berbeda dengan Korea dimana 80% didanai dan dilaksanakan oleh swasta, terutama industri. “Belanja penelitian Indonesia hanya 0,25% dari GDP pada 2016. Meski kelihatan naik, tapi sebarnya malah turun anggarannya,” ujarnya.

Berdasarkan catatan Kemenristekdiksi, Rasio anggaran riset pemerintah terhadap PDB pada 2013 sebesar 0,09%. Selama 1969–2013, rasio anggaran riset pemerintah terhadap PDB cenderung mengalami penurunan, walaupun terjadi peningkatan anggaran. “Rasio pengeluaran kotor riset Indonesia terhadap PDB pada 2016 sebesar 0,25%. Indonesia ter/nggal jauh dibandingkan dengan negara-negara lain. “WIPO Global Innova/on Index 2017, Indonesia peringkat 105 dari 127 negara untuk rasio belanja kotor litbang terhadap PDB,” imbuhnya.

Porsi belanja negara dalam total pengeluaran kotor untuk riset sebesar 84% (Rp24,9T). Panduan UNESCO untuk setiap 1% pengeluaran kotor riset, 75%–80% berasal dari non-APBN. “Indonesia berbanding terbalik dengan panduan UNESCO dan porsi swasta dalam pengeluaran riset masih terlalu sedikit; bandingkan dengan negara lain dengan postur pengeluaran riset yang “sehat,” terangnya lagi.

Semestinya, lanjut Satya, yang ideal itu swasta harus lebih banyak terlibat dalam riset. Dari 0,25% dana riset yang berasal dari APBN itu, ternyata hanya mengambil porsi kecil. “Ada dua swasta yang terlibat, yakni swasta profit dan non profit. Bagi swasta profit, keterlibatannya mencapai 9,15% dan swasata non profit hanya 4,33%,” tambahnya.

Lebih jauh kata Satya, anggaran riset Indonesia pada 2017, hanya mencapai Rp24 triliun, dana itu campuran antara APBN dan berasal dari swasta. Justru berbanding terbalik dengan Malaysia, 52% dana swasta justru lebih masuk ketimbang dana negara.

Disisi lain, kata Satya, kegiatan riset oleh lembaga litbang pemerintah dan perguruan tinggi belum terorganisir dengan baik, terlalu banyak lembaga/unit yang melakukan riset. Malah terlalu banyak paket pembiayaan riset, dibarengi dengan tidak tersedianya database riset, sehingga potensi duplikasi dan inefisiensi sangat besar. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Direksi BRIS Janji Segera Penuhi Aturan Free Float 7,5%

JAKARTA-Jajaran direksi PT Bank BRIsyariah Tbk (BRIS) berjanji akan segera

Pefindo Naikkan Rating JSMR ke Level Double A dengan Outlook Stabil

JAKARTA-PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memutuskan untuk menaikkan peringkat PT