Tak Ada Jaminan Pengadaan Oleh Perempuan Bebas Korupsi

Tuesday 1 Dec 2015, 12 : 21 am
by

JAKARTA-Pelaku pengadaan barang dan jasa yang berasal dari unsur perempuan mengkritik pembentukan Forum Perempuan Pelaksana Pengadaan Pemerintah Indonesia (FP4I). Pasalnya, pembentukan forum tersebut tidak akan mampu mengurangi penyimpangan pengadaan barang dan jasa yang selama ini kerap terjadi. “Jika unsur perempuan diperbanyak dalam menangani pengadaan tidak ada jaminan, bebas penyimpangan. Pada intinya tidak ada keunggulan yang luar biasa yang dapat diperankan perempuan jika perempuan lebih banyak berkutat di pengadaan,” tutur Senior Manager, Supply Chain Manajement, SKK Migas Anita Kentjanawati,  dalam acara pelantikan FP4I di Jakarta, Senin (30/11).
Menurutnya, bukti nyatanya dapat dilihat dari persyaratan dalam melakukan pengadaan. Sesuai aturan yang berlaku, perempuan dan laki-laki sama saja, selama memenuhi persyaratan. Ini artinya, tidak ada perbedaan gender. “Jadi, tidak ada posisi atau peran yang hanya bisa dilakukan perempuam, sedang laki-laki tidak bisa,” cetusnya lagi.
Padahal, dalam proses pengadaan barang dan jasa, sekalipun sudah melalui online banyak tantangan yang bisa saja berujung pada aksi intimidasi atau mungkin aksi kekerasan. Sebagai contoh, anggaran infrastruktur yang dipatok dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2015 ini bisa mencapai ratusan triliun. Itu tentu menjadi daya tarik bagi semua orang untuk bisa ikut dalam proses lelang.
Cuma masalahnya tidak semua vendor akan menang, sehingga yang kalah bisa saja ngotot agar dimenangkan. Bahkan berani menyuap dengan membayar dengan produk mewah, bisa tas branded atau bahkan mobil.
Dalam bahasanya, perempuan harus dapat mengatasi triangle fraud. “Itu tantangannya. Kalau yang bersangkutan sedang ada masalah keuangan (utang) atau  justifikasi keadaan, bahwa merasa sudah bekerja lama tapi gaji tetap kecil, sehingga suap itu mungkin diterima. Nah, perempuan sanggup tidak menolak itu?” tegas dia.
Sementara itu, mantan anggota Pansel KPK Natalia Subagyo menambahkan, tidak ada kajian ilmiah bahwa pengadaan di bawah perempuan lebih bersih dan tidak korup. “Justru tetap potensi penyalahgunaan itu tetap ada. Sehingga kembali muncul moral hazard,” tandas  pemerhati masalah partisipasi perempuan dalam reformasi birokrasi ini.
Menurutnya, yang terpenting dari pengadaan adalah adanya transparansi dan akuntabilitas tinggi, sehinga melahirkan open governance. Sehingga, terlepas dari unsur perempuan atau laki-laki, keterbukaan dan semangat anti korupsi itu yang penting. Semangat ini harus menjadi pegangan  dan tetap harus dikedepankan. “Korupsi itu cenderung dilakukan oleh pelayan publik. Dan perempuan dapat terlibat di dalamnya. Makanya yang penting harus dibangun capacity building untuk membangun perempuan yang anti korupsi,” tandas dia.
Selama ini, jelasnya  jumlah pelaksana pengadaan antara perempuan dibanding laki-laki memang masih timpang. Semakin tinggi suatu jabatan, ketimpangan itu semakin jauh.
Data menyebutkan,  jumlah perempuan di tingkat eselon 4 adalah 44 persen, eselon 3 adalah 31,8 persen, tingkat eselon 2 adalah 33,3 persen, dan tingkat eselon 1  sebesar 25 persen. (TMY)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Gelar Akad Massal KPR Sejahtera, BSI Targetkan Penyaluran Rp 1,1 Triliun

JAKARTA-Memperingati Hari Perumahan Nasional, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI)

Traveloka Jadi Platform Gaya Hidup

JAKARTA-Unicorn, Traveloka berusaha menjadikan starup ini sebagai discovery platform. Tujuannya,