Tragedi Rohingya, Asing Diduga Rebutan Sumber Daya Alam Rakhine

Monday 11 Sep 2017, 4 : 51 pm

JAKARTA-Kasus pembersihan etnis Rohingya oleh militer Myanmar diduga terkait perebutan sumber daya alam oleh negara-negara besar. Apalagi negara-negara besar seperti Amerika Serikat dan China sama sekali tidak bersuara terhadap masalah ini. “Kita duga kearah itu, dimana asing berebut mengelola sumber daya alam di Rakhine state, karena daerah tersebut diduga kaya sumber minyak di situ,” kata anggota Badan Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP) DPR Mahfud Siddik dalam diskusi “Rohingya Up Date” di Jakarta, Senin (11/9/2017).

Bahkan Mahfud mengaku
kalangan DPR merasa pesimis bisa memperjuangan muslim Rohingya untuk memperoleh kewarganegaraan di Myanmar. Karena memang junta militer Myanmar sebagai penguasa menolak secara tegas.

Namun begitu, mantan Ketua Komis I DPR ini menegaskan
para anggota DPR menyerukan agar pemerintah Myanmar dan militer Myanmar berkomitmen untuk mengaplikasikan rekomendasi dari Komisi Pendampingan pada Rakhine State yang dikepalai oleh mantan Sekjen PBB Kofi Annan. Sambil mendesak Pemerintah Indonesia untuk mendukung proses tersebut. “Kita punya dasar resolusi jangka panjang dalam rekomendasi yang diberikan Komisi yang dikepalai Kofi Annan. Untuk sampai pada akar permasalahan dan mengangkat isu seperti kewarganegaraan dan ketergantungan antar kelompok adalah penting. Tapi pertama-tama, pembunuhan dan pengusiran harus dihentikan,” kata Mahfud lagi.

Para anggota DPR menyatakan bahwa
sudah menyatakan bertahun-tahun tekanan diterima oleh orang-orang Rohingya di Myanmar dan kegagalan yang terus menerus dari pemerintah yang didukung militer untuk mengatasi konflik, juga berkontribusi pada krisis yang terjadi saat ini.

Sementara itu, anggota Komisi XI DPR Eva Kusuma Sundari mendesak pemerintah untuk mengusahakan tindakan serius untuk membantu penyelesaian krisis tersebut, termasuk dengan mengajukan isu ini kepada para pemimpin negara-negara Asean sebagai salah satu agenda penting Asean. “Kita sedang menjadi saksi atas sebuah bencana kemanusiaan dalam skala yang belum pernah kita lihat sebelumnya, terjadi di Rakhine State,” ujarnya.

Politisi PDIP ini menjelaskan jumlah korban pada tragedi ini sangat memprihatinkan dan penderitaan mereka tidak dapat dibiarkan. “Kita tidak bisa hanya duduk dan melihat tragedi ini terjadi di halaman belakang kita,” tambahnya.

Lebih jauh kata Eva yang menjabat anggota Dewan Asean Parliamentarians for Human Right (APHR) menyatakan pemerintah Indonesia perlu mengerahkan lebih banyak sumber daya dalam diplomasi untuk menghentikan tragedi yang mengarah pada pembersihan etnis. Pemerintah harus menaikan tekanan pada militer Myanmar untuk mengakhiri pembantaian, pembakaran dan pengusiran massal. Usaha-usaha tersebut harus diarahkan pada pemimpin Min Aung Hlaing (Commander in Chief) yang bertanggungjawab atas militer Myanmar. Dia orang yang punya kuasa mengakhir horor ini,” paparnya. ***eko

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Habib Umar Assegaf Siap Bantu Polri Tangkal Paham Radikalisme

BANDUNG-Untuk menjaga keutuhan NKRI dan menjaga merambahnya paham radikalisme, Tim
IHSG, bursa saham, sekuritas

Dipicu Saham Berkapitalisasi Besar, IHSG Jatuh 0,67% di Level 6.936,08

JAKARTA-Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) ditutup