Oleh: Saiful Huda Ems
Kita harusnya kejar terus Yusril Ihza Mahendra sampai beliau benar-benar konsisten dengan pilihannya, mau jadi Pengacara Jokowi-MA atau Pengacara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Yusril tidak boleh mendua, karena Jokowi-MA dan HTI jelaslah berbeda dan bertolak belakang. Kode etik advokat juga melarang dualisme itu agar tidak timbul pertentangan antar klien atau pihak-pihak yang bersangkutan.
Dalam Kode Etik Advokat Bab III mengenai Hubungan Dengan Klien di Pasal 4 Huruf (J) dinyatakan:”Advokat yang mengurus kepentingan bersama dari dua pihak atau lebih harus mengundurkan diri sepenuhnya dari pengurusan kepentingan-kepentingan tersebut, apabila di kemudian hari timbul pertentangan kepentingan antara pihak-pihak yang bersangkutan”.
Saat ini kita ketahui bersama bahwa Yusril selain menjadi Pengacara Jokowi-MA meskipun konon Surat Kuasa Khususnya belum diberikan oleh Jokowi-MA, Yusril juga merupakan salah satu pengacara atau Kuasa Hukum dari Ormas HTI yang saat ini sedang mengajukan Kasasi ke MA. Apabila Yusril tidak segera mengundurkan diri sebagai Kuasa Hukum HTI maka tentu selain dilarang oleh Kode Etik Advokat, persoalan ini juga akan menimbulkan masalah tersendiri bagi Jokowi-MA di kemudian hari.
Memperhatikan semua alasan yang saya kemukakan di atas, maka saya pikir kita harus mendesak saudara Yusril agar segera mengundurkan diri dari Kuasa Hukum HTI, atau silahkan saja memilih salah satu antara menjadi Kuasa Hukum Jokowi-MA ataukah tetap menjadi Kuasa Hukum HTI agar di kemudian hari tidak menimbulkan masalah.
Penulis adalah Advokat dan penulis yang saat ini menjadi Ketua Umum Pimpinan Pusat HARIMAU JOKOWI