95% Subsidi BBM Sudah Tepat Sasaran.

Friday 21 Jun 2013, 9 : 39 am
by

Oleh: Dhika Yudistira

Sekjend Lingkar Studi Mahasiswa (Lisuma) Indonesia

Senin 17 Juni 2013, di Gedung DPR-RI  menggelar Rapat Paripurna dengan agenda pengambilan keputusan RUU RAPBN Perubahan tahun 2013. Salah satu agendanya memutuskan kenaikan BBM. Namun agenda pengambilan keputusan ini tidak berjalan mulus.  Sementara diluar gedung DPR, ribuan demonstrasi terus menerikan yel-yel menolak kenaikan harga BBM.

Sejumlah fraksi bersikeras menentang kenaikan BBM. Suasana semakin tegang. Berkali-kali forum lobi digelar. Namun hasilnya nihil alias tidak membuahkan hasil. Fraksi pro maupun kontra, tetap keukeh dengan argumentasinya. Karena tidak ada titik temu maka mekanisme voting digelar. Hasil voting memang tidak mengagetkan. Sebab fraksi pendukung kenaikan BBM yang keluar sebagai pemenang. Dengan hasil voting ini maka langkah pemerintantah menaikan BBM dengan alasan menyelamatkan APBN semakin mudah.  Padahal, sebenarnya masih banyak cara agar pemerintah tidak menaikan BBM.

Merujuk data BPS misalnya, jumlah seluruh kendaraan di Indonesia pada tahun 2011 yaitu 85,6 juta. Angka ini terbagi lagi menjadi mobil penumpang, bis, truk, dan sepeda motor. Dan menurut data statistic BPS bahwa dari 85,6 juta kendaraan bermotor di Indonesia 76% itu adalah sepeda motor dan sisanya adalah mobil penumpang, truk, dan bis.

Mobil penumpang bila di kita lihat kembali pada data BPS itu hanya 9,5 juta. Dan itupun mungkin 80% itu sudah termasuk mobil-mobil tua yang sudah tak layak jalan dan angkutan umum sangat jauh berbeda dengan jumlah sepeda motor yang hingga 68 juta dan mayoritas dari pengguna sepeda motor ialah orang-orang yang kurang mampu dan belum mampu dikarenakan ongkos untuk memakai jasa angkutan umum masih lebih mahal daripada ongkos yang mereka keluarkan untuk membeli BBM.

Jadi apabila kita cermati dari data statistic BPS perihal jumlah pengguna kendaraan bermotor dan kita bandingkan juga dengan jumlah penduduk Indonesia yang sekitar 242 juta jiwa, jelas pemilik kendaraan pribadi seperti mobil atau kendaraan lainnya yang hanya dapat dibeli oleh golongan orang mampu atau lebih dari mampu itu kurang dari 5%. Artinya 95%  subsidi BBM itu sudah tepat sasaran.

Dan apabila ingin melakukan langkah pengurangan atau pencabutan subsidi dapat di kenakan kepada 5% para kepada pengguna kendaraan pribadi atau kendaraan mewah dengan memeberikan pajak STNK yang tinggi bagi pemilik kendaraan tersebut, seperti misalnya 10 atau 15% dari harga pembelian. Katakanlah harga mobil itu senilai Rp 1 miliar maka sang pembeli harus membayar pajak 10% atau 15% dari harga pembelian yaitu senilai Rp 100 atau Rp 150 juta, berarti dapat di diartikan bahwa pajak yang tadi dapat dialihkan menjadi dan untuk pembelian BBM. Hal ini dapat membantu menyelamatkan APBN.

Bila harga minya mentah dunia untuk light sweet yang di Indonesia menjadi bahan bakar minyak tipe premium itu sekitar 95 dollar per barel maka bila dihitung 10% pajak harga pembelian kendaraan pribadi yang harganya Rp.1 milliar yaitu Rp. 100 juta.

Rp.100 juta rupiah dapat membeli 100 barrel minyak mentah light sweet, 1 barrel minyak light sweet sama dengan 42 US Gallons atau di Indonesia sama dengan 159 liter, sehingga 100 barrel dapat menghasilkan 15900 liter minyak mentah, dapat ditarik kesimpulan dari contoh diatas bahwa masih banyak langkah solutif yang seharusnya bisa diambil oleh pemerintah dalam hal menaikkan atau mencabut subsidi BBM yang jelas-jelas membebani dan menyengsarakan rakyat kurang mampu atau menengah kebawah karena efek dari kenaikan harga BBM yang akan mempengaruhi kenaikan harga-harga lainnya.

Apabila terjadi pencabutan BBM bersubsidi pun bisa dilakukan hanya pada kendaraan pribadi dan mewah saja,  itu akan menghemat kurang lebih 40T dan bisa mencegah lonjakan kenaikan harga bahan pokok apalagi yang kita ketahui sebentar lagi kita akan melewati bulan puasa dan idul fitri yang jelas-jelas akan semakin membuat harga pokok melambung tinggi dan semakin menyengsarakan rakyat.

BLSM bukan lah solusi akan tetapi semakin menimbulkan masalah baru, melihat waktu yang dibagikan BLSM hanya 4 bulan saja dan system pembagiannya tidak merata akan menimbulkan konflik social di tengah-tengah masyarakat. Bahkan BLSM terkesan sangat politis karena kemungkinan partai pendukung akan mendapatkan jatahnya atau BLSM (Beli Langsung Suara Masyarakat)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Bela Produk Nasional, Indonesia Gugat Australia di WTO

JENEWA-Pemerintah Indonesia akan mengirimkan Delegasi RI ke pertemuan pertama sengketa
PT Samudera Indonesia Tbk

Turun 30,42%, Laba Bersih CEKA di 2023 Jadi Rp153,57 Miliar

JAKARTA – PT Wilmar Cahaya Indonesia Tbk (CEKA) sepanjang 2023,