JAKARTA-Komisi VI DPR memperingatkan pemerintah untuk segera menerapkan UU Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang yang mewajibkan transasksi perdagangan di dalam negeri dengan menggunakan nilai tukar rupiah. “Tidak semua BUMN melakukan transaksi dengan rupiah,” kata Ketua Komisi VI DPR, Airlangga Hartarto, di Jakarta, Kamis,(19/9).
Menurut Airlangga, DPR menengarai beberapa perusahan BUMN tidak menggunakan Rupiah dalam melakukan transakasi dalam negeri. “Terutama BUMN yang memiliki peran strategis dalam infrastruktur,” tegasnya
DPR, kata Ketua Asosiasi Emiten Indonesia, mendesak pemerintah membuat Letter of Credit (LC) untuk ekspor dan menyimpan perolehan ekspor (devisa) dalam sistem perbankan nasional. “Juga meminta pemerintah untuk segera mengidentifikasi seluruh ekonomi penunjang ekspor termasuk penangguhan PPN atas bahan baku utama dan bahan baku penolong yang berasal dari produksi dalam negeri,” terangnya.
Mestinya, sambung Airlangga lagi, BUMN bisa memelopori penggunaan mata uang rupiah dalam seluruh transaksi di dalam negeri. Bahkan hingga kini DPR belum melihat adanya kebijakan pemerintah untuk mengurangi penggunaan dolar, misalnya dengan menerapkan kebijakan penggunaan mata uang rupiah untuk transaksi dalam negeri.
Airlangga mengatakan, rapat tersebut merupakan rapat lanjutan menangani defisit perdagangan. Dia mengatakan kehadiran Menteri BUMN Dahlan Iskan dalam rapat tersebut sangat penting karena impor Migas yang menjadi penyebab besarnya defisit neraca perdagangan dilakukan oleh perusahan BUMN, yakni PT Pertamina (Persero).
Selain itu, kata Airlangga, Komisi VI DPR juga melihat BUMN terlalu banyak menggunakan dolar. “Kalau kita bicarakan pelaku impor sebagian besar dilakukan BUMN yakni USD150 juta per hari. Selain itu Menteri BUMN kami undang karena penggunaan dolar yang paling besar adalah BUMN,” tuturnya.
Airlangga menambahkan Menteri BUMN menjadi krusial karena tidak semua BUMN menggunakan Rupiah sebagai transaksi dalam negeri sehingga menyebabkan keadaan yang tidak baik di tengah merosotnya nilai tukar Rupiah terhadap dolar.
Lebih lanjut kata Airlangga, cara mengurangi ketergantungan akan impor migas yang dilakukan oleh perusahan BUMN adalah membangun refinery atau kilang minyak. “GDP per kapita kita saat ini USD3.400. Kami dapat kesan untuk membangun refinery dibutuhkan insentif. Melihat GDP kita pembangunan refinary bukan hal yang susah dilakukan. Kita, paling tidak harus punya dua refinery untuk mengurangi ketergantungan pada impor,” tandasnya
Sementara itu, Menteri BUMN, Dahlan Iskan, menegaskan seluruh dolar BUMN sudah ditempatkan di dalam negeri. Selain itu, pemerintah sedang merumuskan untuk transaksi, BUMN yang membeli barang BUMN dengan dolar AS bisa menggunakan rupiah. **can