Banggar DPR Setujui KEM-PPKF RAPBN 2020

Thursday 11 Jul 2019, 12 : 36 am
by

JAKARTA-Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menggelar rapat paripurna ke-21 dengan salah satu agendanya adalah Laporan Hasil Pembicaraan Pendahuluan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2020 dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun Anggaran 2020.

Dalam rapat paripurna DPR di ruang rapat Paripurna, Gedung Nusantara II, Komplek DPR-MPR-DPD, Jakarta, Selasa (09/07), Ketua Badan Anggaran (Ketua Banggar) Jazilul Fawaid dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FKB) menyampaikan laporan hasil rapat pembahasan pendahuluan antara Pemerintah dengan Banggar dengan kesepakatan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) RAPBN 2020 sebagai berikut:

Target pembangunan RAPBN 2020 diusulkan target pengangguran 4,8-5,1%; Angka kemiskinan 8,5-9,0%; Gini rasio 0,375-0,380; dan Index Pembangunan Manusia(IPM) 72,51.

Sedangkan indikator ekonomi makro RAPBN 2020 diusulkan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,2%-5,5%; Inflasi 2-4%; Nilai tukar rupiah terhadap US$ Rp14.000-Rp14.500; Tingkat bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN)-3 bulan 5,0%-5,5%; Harga minyak mentah Indonesia US$ 60-70/barrel; Lifting minyak bumi US$ 695 ribu-840 ribu barrel/hari; dan Lifting gas bumi 1.191-1.300 ribu barel setara minyak/hari.

Selanjutnya, kesepakatan tersebut akan digunakan sebagai dasar bagi Pemerintah dalam penyusunan RUU APBN TA 2020 beserta nota keuangannya. Dalam rapat paripurna tersebut, hadir perwakilan Pemerintah dipimpin oleh Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Mardiasmo beserta jajaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kementerian PPN/Bappenas)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Pembekuan Izin Usaha Hutan Timbulkan Ketidakpastian

JAKARTA-Kebijakan pemerintah memberikan sanksi pembekuan izin usaha terhadap perusahaan yang

Konsep Ekonomi Indonesia Salah Arah

JAKARTA- Konsep ekonomi yang dikembangkan pemerintah Indonesia salah arah karena