BCC Minta KPK Telusuri Dana Untuk Pengacara Atut

Wednesday 19 Feb 2014, 1 : 02 pm
by

SERANG-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk segera menelusuri aliran dana Keluarga Ratu Atut Choisiyah yang diberikan kepada tim pengacara. Meskipun tim pengacara dan kliennya terikat oleh kontrak kerja, yang perlu diperiksa adalah asal dana tersebut. Hal yang sama juga berlaku bagi para artis, sekalipun dikatakan terikat oleh kerja profesionalisme, KPK tetap menyita mobil-mobil yang diberikan. Demikian diungkapkan juru bicara Banten Crisis Center (BCC), Rudy Gani terkait dengan posisi pengacara keluarga Ratu Atut, Selasa (18/2).
Di beberapa media, Firman Widjaja, kuasa hukum keluarga Ratut Atut mengatakan bahwa penetapan TPPU oleh KPK kepada Tubagus Chaery Wardana (Wawan), adik kandung Ratu Atut menunjukkan bahwa lembaga anti korupsi itu hanya mencari-cari kesalahan Wawan. Tindakan KPK itu, menurut Firman Widjaja, akan mendatangkan terror terhadap setiap para professional.

Pernyataan Firman Widjaja itu, menurut Rudy, harus disikapi serius oleh KPK. KPK harus memeriksa darimana uang yang digunakan untuk membayar Tim Pengacara keluarga Atut. “Harus diberlakukan kasus yang sama antara uang yang diberikan kepada para Artis dan juga kepada Tim Pengacara. Apapun profesinya, harus bisa diduga dari mana uang itu berasal. Menurut info yang saya terima, Atut membayar Rp 20 – 24 miliar kepada Tim Pengacara. Uang itu dari mana?,” ujar Rudy.
 “Korupsi tetaplah korupsi dan uang yang didapat dari hasil korupsi tetaplah haram. Sehingga apapun profesinya, jika sudah patut diduga uang itu dari mana, harus diberlakukan status yang sama kepada para pengacara. Jika para artis bisa disita mobilnya meskipun dalam pengakuan adalah terkait dengan kerja profesionalnya, hal yang sama harus diterapkan kepada para pengacara,” ujar Rudy yang juga Ketua Bidang Politik PBHMI.
 
Masih menurut Rudy, KPK harus menggunakan momentum kasus Banten untuk membantu bangsa dan negara membersihkan dinasti Atut yang telah melakukan perbudakan terselubung di Banten yang diawali dengan kasus Pilkada Lebak.
 
Dengan merujuk pada sejarah, Ketua Bidang Politik HMI itu menjelaskan, kasus pilkada Lebak yang diungkap KPK mengingatkan perbudakan di daerah tersebut yang diungkap oleh Eduard Douwes Dekker dalam bukunya Max Havelaar yang ditulis pada 1860. Dalam buku Max Havelaar itu, Eduard Douwes Dekker menggunakan nama Multatuli yang artinya “Aku yang telah menderita banyak”, diungkap praktik perbudakan kejam yang dilakukan oleh keluarga Bupati Lebak dan kroni-kroninya termasuk korupsi serta kerja paksa.  
 
“Masyarakat Banten terutama Lebak harus melihat kasus keluarga Atut adalah pengulangan sejarah. Bangsa Indonesia harus melihat bahwa korupsi merupakan bentuk lain dari  perbudakan yang memiskinkan masyarakat. Sehingga Banten Crisis Center mendukung dan berada di belakang KPK dalam penuntasan kasus ini. Dan yang lebih penting lagi adalah, pengacara yang membantu keluarga Atut atau koruptor lain kita anggap sebagai musuh bangsa dan negara Indonesia,” tegas Rudy

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Pancasila Sebagai Dasar Negara

Oleh: BENNY SABDO SEBAGAI dasar negara yang dirumuskan dalam Pembukaan

Proyek Jalan Inspeksi Mookervart Rp 72 Miliar Terancam Gagal

TANGERANG-Proyek Pemkot Tangerang untuk membuat jalan inspeksi sepajang sisi Selatan