JAKARTA-PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menilai, ada tiga sektor yang mampu bertahan di saat pasar saham mengalami volatilitas akibat tekanan dari sentimen Covid-19 yang telah memicu perlambatan ekonomi nasional.
Menurut Direktur BEI, Hasan Fawzi, volatilitas yang tinggi di bursa saham domestik terjadi pada pertengahan Maret 2020 dan mulai mereda pada April 2020.
Namun, kata dia, pasar saham masih menyisakan potensi volatilitas, lantaran tingginya dinamika perekonomian di tengah kondisi pandemi Covid-19.
“Tetapi, kami melihat ada tiga sektor yang defensif saat indeks (Indeks Harga Saham Gabungan) mengalami volatilitas, yakni sektor basic industry and chemicals, consumer goods dan sektor finance, terutama perbankan,” ucap Hasan dalam acara “Webinar Financial Sector: Membangun Kepercayaan di Industri Pasar Modal di Tengah Covid-19” di Jakarta, Selasa (28/7).
Hasan menyebutkan, situasi di pasar modal sangat terkait erat dengan kondisi perekonomian yang saat ini tertekan oleh sentimen negatif terkait pandemi Covid-19.
“Jadi, kondisi pandemi ini telah berlanjut menuju krisis ekonomi yang dialami beberapa negara, karena adanya penurunan permintaan yang diikuti oleh penurunan supply,” tuturnya.
Dengan demikian, jelas Hasan, meski Covid-19 membayangi aktivitas sosial, namun upaya untuk memulihkan perekonomian Indonesia merupakan tuntutan yang tidak bisa ditunda.
Terlebih lagi, lanjut dia, ekonomi global juga dibayangi katalis negatif seperti perang dagang AS-China, dinamika geopolitik.
Hasan menambahkan, situasi global yang akan berpengaruh ke Indonesia tersebut juga menjadi ancaman bagi ekonomi di dalam negeri.
“Kita harus mencermati current account deficit yang tinggi dan defisit fiskal pada APBN 2020 yang tinggi,” ucap Hasan.
Dia mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2020 diproyeksikan mengalami minus 0,5 persen.
“Padahal di tahun-tahun sebelumnya bisa mencapai 5 persen atau di atas 5 persen. Tetapi jika dibandingkan dengan krisis 1997-1998 dan 2008, saat ini indikator makro kita masih lebih baik atau cukup melegakan,” papar Hasan.
Menurut Hasan, sejauh ini nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tingkat volatilitasnya masih terkendali, laju inflasi tetap terjaga di kisaran yang rendah dan rasio kredit bermasalah (NPL) perbankan masih terjaga.
“Bank Indonesia pun sudah menunjukkan sinyal positif ke pasar dengan menurunkan suku bunga (BI 7day Reverse Repo Rate menjadi 4 persen). Di sini BI terlihat pro-growth,” katanya.
Dengan demikian, Hasan berharap pemulihan ekonomi nasional mampu memperbaiki semua sektor, sehingga pola penguatan IHSG kembali berlanjut dari posisi per 24 Juli 2020 yang tercatat menurun 19,31 persen dari posisi per akhir 2019.
“Jika dibandingkan dari akhir 2019 sampai 24 Maret 2020, IHSG minus 37,5 persen,” ujarnya.