JAKARTA-Peningkatan transmisi lokal tetap menjadi risiko utama, yang akan berdampak pada sektor manufaktur dan jasa, termasuk fasilitas komoditas penunjang, restoran, ritel, pabrik produksi, konstruksi, dll karena keputusan untuk menjaga jarak sosial dan kendala logistik.
“Konsumsi diperkirakan juga akan cenderung melambat karena COVID-19 dan faktor lain seperti kenaikan pajak cukai, yang diumumkan tahun lalu, bersamaan dengan beberapa indikator ekonomi yang cenderung melambat, seperti survei penjualan ritel dan inflasi inti,” ujar Economist DBS Group Research, Radhika Rao di Jakarta, Rabu (25/3).
Di lain sisi dia berharap, sektor domestik bisa memetik manfaat dari kebijakan penurunan suku bunga yang dimulai tahun lalu, permintaan akan pasokan baru serta belanja pemerintah.
Dampak positif dari pemotongan suku bunga pada 2019, jika efektif, dapat menunjang pengeluaran rumah tangga. Belanja pemerintah dan stimulus fiskal sehubungan dengan COVID-19 juga sangat diharapkan akan menopang pertumbuhan ekonomi.
“Kami juga mencatat bahwa pendapatan fiskal berbasis komoditas/sumber daya cenderung moderat, serta biaya fiskal untuk langkah-langkah stimulus, akan memperlambat perolehan pendapatan. Ini kemungkinan bakal memperlebar defisit fiskal menjadi ~ -2,5% dari PDB vs yang ditargetkan -1,8%,” tuturnya.
“Dengan mempertimbangkan faktor prospek global, yang memburuk, dan dampaknya terhadap pertumbuhan domestik, ditambah dengan risiko dari wabah lokal saat ini, mendorong kami untuk merevisi turun prakiraan pertumbuhan 2020. Kami memperkirakan pertumbuhan PDB 2020 sebesar 4,4%, turun dari 5% dalam prakiraan sebelumnya, dan meningkat menjadi 4,9% pada 2021,” pungkasnya.