BI Rate Tetap 7,50%, GWM Primer Rupiah Turun 0,50%

Tuesday 17 Nov 2015, 9 : 29 pm
by

JAKARTAKebijakan moneter ketat yang diterapkan Bank Indonesia (BI) dengan mempertahankan suku bunga acuan atau BI rate di level 7,50% terus dikeritik.  Pasalnya, suku bunga tinggi tidak memberikan insentif bagi kegiatan ekonomi.

Kendati menuai keritik,  BI tidak mengubah policy ratenya.  Dalam Rapat Dewan Gubernur (RGD)  Selasa (17/11), bank sentral kembali menahan suku bunga acuan sebesar 7,50%, dengan suku bunga Deposit Facility 5,50% dan Lending Facility pada level 8,00%.  Dengan demikian, selama 10 bulan berturut-turut, BI Rate tetap ditahan.

Gubernur BI, Agus Martowardoyo mengatakan keputusan bank sentral menahan suku bunga adalah mengantisipasi ketidakpastian global. Selain itu, keputusan tersebut sejalan dengan upaya membawa inflasi menuju pada kisaran sasaran sebesar 4 persen plus minus 1 persen di 2015 dan 2016. “Fokus kebijakan  BI dalam jangka pendek diarahkan pada langkah-langkah untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah, di tengah masih berlanjutnya ketidakpastian perekonomian global, dengan mengoptimalkan operasi moneter baik di pasar uang Rupiah maupun pasar valuta asing,” ujar Agus di Gedung BI, Jakarta, Selasa (17/1).

Selain mempertahankan BI rate di level 7,50%, RGD BI  memutuskan untuk menurunkan Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dalam Rupiah, dari sebelumnya 8,0% menjadi 7,50%, berlaku efektif sejak 1 Desember 2015.

Menurut Agus, stabilitas makroekonomi semakin baik sehingga terdapat ruang bagi pelonggaran kebijakan moneter.  “BI meyakini inflasi 2015 akan terjaga di batas bawah kisaran sasaran 4±1% disertai dengan defisit transaksi berjalan yang diperkirakan berada pada kisaran 2% dari PDB pada 2015.

Dengan masih tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global, terutama karena kemungkinan kenaikan suku bunga Bank Sentral AS (Fed Fund Rate) dan keberagaman kebijakan moneter yang ditempuh oleh Bank Sentral Eropa, Jepang, dan Tiongkok, maka Bank Indonesia akan tetap berhati-hati dalam menempuh langkah pelonggaran kebijakan moneter.

Dalam kaitan ini, pelonggaran kebijakan moneter melalui penurunan GWM Primer diharapkan dapat meningkatkan kapasitas pembiayaan perbankan untuk mendukung kegiatan ekonomi yang mulai meningkat semenjak triwulan III 2015. “Ke depan,  BI akan terus melakukan koordinasi dengan Pemerintah untuk memperkuat struktur perekonomian, sehingga mampu menopang pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dengan stabilitas ekonomi makro dan sistem keuangan yang tetap terjaga,” tuturnya.

Sementara itu, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Suryo Bambang Sulisto mengatakan, dengan suku bunga yang berada pada level 7,50%, ongkos produksi perusahaan menjadi lebih tinggi.  “Bunga bank yang tinggi itu kan akibatnya ke daya saing karena cost of operation menjadi lebih tinggi. Kalau bunga bank bisa diturunkan pasti akan menggairahkan sektor riil, pasti akan membuat Indonesia lebih kompetitif, lebih memiliki daya saing,” ujarnya di Jakarta, Selasa (17/11).

Dia menjelaskan, saat ini tingkat suku bunga acuan di negara ASEAN lain seperti Filipina jauh lebih rendah dari Indonesia. Perbedaan ini membuat industri di Indonesia sulit bersaing. “Kalau kita bandingkan tingkat suku bunga di Indonesia dengan Filipina, itu kita dua kalinya. Di sana separuhnya dari kita. Jadi bagaimana caranya kita bisa bersaing,” lanjutnya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Menaikkan Harga BBM Bersubsidi, Menyeimbangkan Postur Fiskal

JAKARTA-Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FE UI), Firmanzah menilai

Birokrasi Penikmati APBN, Bukan Rakyat

JAKARTA-Besarnya porsi belanja pegawai yang dikeluarkan oleh pemerintah setiap tahunnya