Brigjen Yanfitri: Lewat Jejak Digital, Polisi Bisa Lacak Pelaku Cyber Crime

Monday 11 Sep 2017, 1 : 10 am
by

JAKARTA-Kepala Biro (Karo) Multimedia Mabes Polri, Brigjen Pol. Yanfitri Halimansyah mengatakan dunia digital sangat berbahaya dan beragam dengan senyapnya, dimana pengguna, penjual dan pembeli bersifat Anonymous.

“Kini pun kejahatan dunia maya atau cyber crime sangatlah beragam. Mulai dari kejahatan penipuan, berita hoax dan juga berita berkonten mengadu domba,” ucapnya ditengah Musyawarah Bersama Ikatan Wartawan Online bertema Membangun Peradaban Pada Era Digital, di Hotel Puri Mega, Jakarta, Jumat (8/9).

Yanfitri mengaku, aparat penegak hukum terus berupaya  meminimalisir potensi cyber crime melalui berbagai langkah seperti preventif (upaya-upaya pencegahan dan penanggulang) maupun upaya edukatif.

Jika upaya edukasi ini tidak berhasil maka Kepolisian akan melakukan upaya penegakan hukum.

Mantan Wakapolda Kepri ini menjelaskan, upaya penegakan hukum dilakukan karena berita tersebut dinilai terlalu membahayakan persatuan dan kesatuan di masyarakat.

“Bahkan sudah menjatuhkan harga diri seseorang. Jadi jika menyangkut hak-hak orang, tentu hak-haknya orang lain itu membatasi hak-hak kita. Nah yang harus diwaspadai menggunakan media sosial yang tanpa menggunakan etika dan norma itu sangat memiliki resiko,” ujarnya.

Yanfitri, juga menegaskan kalaupun pelaku mencoba untuk mengelabui petugas dengan memakai nama ataupun akun samaran, tetap saja masih bisa terlacak.

Jadi kalau fake akun, tidak ada yang anonim, semuanya bisa kita lihat. Kalau dia mau tulis namanya siapa saja, pakai akun apa saja, semuanya bisa dilihat, tidak akan lari ke mana, karena kan jejak digitalnya tidak akan bisa dibohongi,” ungkapnya.

Sementara ahli Cibercrime atau Keamanan Informasi, Gildas Deograt Lumy, mengatakan bahwa kejahatan Siber bisa terintegrasi kepada Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT) dan Darkweb atau web gelap. “TPPU (Money Laundering/pencucian uang), menyembunyikan sumber dana, TPPT (Terrorism Financing), menyembunyikan tujuan dana dan tidak semua TPPU adalah TPPT. Kebanyakan TPPT adalah TPPU,” ungkap dia.

TPPT menggunakan TPPU berbasiskan teknologi mengunakan sumber dana tanpa batas, dan itu kata dia sulit dicegah dan sulit dilacak.

Sedangkan web gelap atau Darkweb kerap digunakan oleh pengguna, penjual dan pembeli Anonymous dan transaksi berbagai barang dan jasa yang ilegal atau dilarang di Surface Web.

“Sedangkan, identitas palsu, senjata, bahan kimia, narkoba, pornografi anak, jasa pembunuh bayaran, dan lain-lain. Sementara, peretas menggunakan Dark Web untuk berkomunikasi, berbagi informasi, menjual jasa peretasan, malware, hacking software, password, data curian, dan lain sebagainya,” paparnya.

Dalam diskusi bertema Teknologi Digital dan Cyber Crime dalam Media Online hadir pembicara lainnya adalah Tenaga Profesional Bidang Kewaspaan Nasional Lemhanas, Mayjen TNI (Purn) I Putu Sastra Wingarta, S. IP, M.Sc, Staf Khusus Menkominfo Prof. Henri Subiakto, Budayawan/Mantan Dirut LKBN Antara Mohamad Sobari, serta Dosen Komunikasi Politik dan Kebangsaan Universitas Muhamadiyah Makassar, yang juga Dewan Etik IWO Sulawesi Selatan, Arqam Azikin.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

IPW Desak Polda Jabar Periksa Ketum PSSI dan Dirut PT LIB

JAKARTA-Polda Jabar harus memanggil dan memeriksa Ketua Umum PSSI Mochammad

Fahri : Korsel Cuma Butuh 7 Tahun Berantas Korupsi

SEOUL-Pemberantasan korupsi di Indonesia dinilai tidak sebaik Korea Selatan. Boleh