Bubble Economy Bukan Hanya Fenomena Moneter

Thursday 30 May 2013, 11 : 35 pm
by

 Oleh: Heri Pratono

Pengamat Ekonomi Universitas Surabaya

Pada 21 April lalu, Bank Dunia mengkawatirkan pertumbuhan properti yang mencapai 45%. Hal tersebut menimbulkan dugaan jangan-jangan harga properti di Indonesia overvalue. Idealnya, kenaikan harga terjadi secara gradual. Bubble economy adalah kondisi di mana nilai aset sektor properti meningkat melebihi harga normal, sehingga beberapa waktu yang akan datang akan terjadi terkoreksi. Hal ini bisa terjadi akibat tingginya permintaan. Hal tersebut menggoda para pengembang untuk melakukan ekspansi besar-besaran yang bisa berakibat pada kelebihan penawaran.

Nampaknya Bank Dunia sekarang ini lebih hati-hati untuk memuji Indonesia maupun negara Asia lainnya. Beberapa saat sebelum krisis, Bank Dunia menyebut Indonesia sebagai salah satu Keajaiban Ekonomi Dunia yang wajib dicontoh oleh negara-negara berkembang lainnya. Hal tersebut karena dimotori oleh kebijakan pemerintah yang meliberalkan sektor perbankan dan investasi. Kenyataannya, beberapa bulan setelah publikasi Bank Dunia tersebut, perekonomian Asia Tenggara hancur. Kekawatiran Bank Dunia tersebut cukup membuat kita waspada, namun tidak perlu panik.

Salah satu indikasi bubble economy adalah suku bunga yang rendah dan tidak mencerminkan mekanisme pasar (McDonald & Stokes, 2012). Sebenarnya, hal ini kurang begitu relevan untuk kondisi Indonesia. Lonjakan permintaan properti di negara berkembang termasuk Indonesia merupakan dampak dari peningkatan pendapatan masyarakat khususnya kelas menengah. Penurunan bunga ada pengaruhnya tetapi tidak banyak. Meskipun ada indikasi bahwa konsumen akan berbondong-bondong menyerbu kredit rumah ketika suku bunga kredit mendekati 9%.

Indikasi terjadinya penurunan harga di sektor properti memang ada. Salah satunya adalah tarif sewa counter di mall. Beberapa tahun belakangan, pengembang menawarkan tempat jualan secara gratis. Tenant hanya perlu membayar listrik dan karyawan. Dengan ketentuan, para tenant tidak boleh libur. Kalau libur akan dapat penalty atau denda.

Memang tidak semua mall banting harga seperti ini. Fenomena banting harga ini biasanya terjadi ketika sebuah mall baru buka. Harapannya, setelah beberapa tahun berdiri dan mall menjadi ramai, pengusaha mall bisa memasang tarif. Awalnya, tawaran diberikan kepada tenant-tenant besar, namun belakangan tenan-tenan kecil pun mendapat tawaran sewa gratis ini.

 

Banting Harga

Meskipun pengusaha mall banting harga, beberapa mall baru ternyata tidak menunjukkan perkembangan. Fenomena ini terjadi bahkan bisa terjadi setelah 5 tahun berdiri. Padahal investasi mall ini mencapai trilyunan yang bersumber dari sektor perbankan. 

Bubble economy bukan hanya fenomena moneter. Bank Indonesia tidak bisa berbuat banyak.

Mekanisme perekonomian secara keseluruhan turut menyumbang fluktuasi harga properti.

Harga-harga barang secara umum (inflasi) turut menyumbang daya beli masyarakat terhadap kebutuhan tempat tinggal. Misalnya harga bahan pokok, termasuk daging sapi atau BBM. Ketika daya beli masyarakat anjlok secara tiba-tiba, tentunya para pengembang tidak bisa segera menghentikan bisnis propertinya.

Menurut saya, kemungkinan terjadinya bubble economy relatif kecil. Pertama, penurunan harga adalah hal yang tabu bangi pengusaha indonesia, termasuk sektor properti. Harga akan dipasang tinggi. Banting harga hanya terjadi di bawah tangan alias sembunyi-sembunyi. Kedua, adanya harapan bahwa pasar properti indonesia akan diliberalisasikan. Artinya, orang asing boleh memiliki properti di Indonesia. Hal memungkinkan harga akan tetap naik dalam jangka panjang. 

Program rusunawa yang digencarkan oleh Pemerintah DKI Jakarta akan membantu menstabilkan harga properti. Apalagi jika program ini berhasil di Jakarta dan diikuti oleh pemerintah kota lainnya.

Hal ini membutuhkan kerjasama dari berbagai sektor. Misalnya, infrastruktur yang menyediakan akses transportasi publik yang layak dan efisien untuk sektor perumahan. Kebijakan kenaikan harga BBM yang tepat waktu.

Pertanyaannya, mungkinkah Pemerintah Indonesia baik pusat dan daerah membangun sinergi lintas sektor?

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

7 K/L Dapat Opini ‘Disclaimer’dari BPK

JAKARTA-Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menyampaikan hasil Laporan Keuangan Pemerintah

Bank OCBC NISP Membukukan Kenaikan Aset 21% (YoY)

JAKARTA-Bank OCBC NISP melanjutkan tren positif pada laporan kinerja keuangan