Calon Anggota BPK Harus Paham Business Process Re-Engineering

Wednesday 27 Aug 2014, 12 : 52 pm
by
Sekjen DPN HKTI, Ir. Sadar Subagyo

JAKARTA-Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menyerahkan rekomendari 25 nama dari 67 calon anggota BPK ke DPR. Namun rekomendasi DPD sangat politis daripada kepentingan negara dengan mengabaikan basis kompetensi calon.

“Rekomendasi itu, ada incumbent, ada juga 2 anggota DPD dan ada 2 anggota DPR Komisi XI, tapi parameternya nggak jelas. Ini sekedar menjaga kesimbangan politik saja,” ujar Anggota Komisi XI DPR, Sadar Subagyo di Jakarta, Rabu (27/8).

Menurutnya, DPD tidak mampu memberikan penilaian yang fair terhadap calon anggota BPK. Padahal banyak juga calon berpotensi yang tidak masuk rekomendasi DPD.

“Yang juga cukup menyesakan dada adalah Murmahadi, yang sekarang masih menjabat sebagai anggota BPK ternyata juga tidak masuk dalam daftar 25 tersebut,” kritiknya.

Sadar menilai, rekomendasi DPD ini bertolak belakang dengan rekomendasi BPK Polandia. Salah satu dari 34 rekomendasi NIK Polandia (BPK Polandia) adalah meminta BPK lebih mencurahkan waktunya untuk audit kinerja (audit bisnis proses), sedangkan audit keuangan dapat di outsourcingkan ke Kantor Akuntan Publik (KAP).

Ini rekomendasi yang sangat mendasar karena dapat dengan drastis meningkatkan kualitas dan kuantitas entitas yang diperiksa. Konsekuensi logis dari rekomendasi tersebut adalah dibutuhkannya pimpinan (anggota BPK) yang berpengalaman dalam menata dan menangani bisnis proses suatu entitas.

“Dan ini kurang dipahami DPD,” tegasnya.

Dia menegaskan, calon anggota BPK yang dibutuhkan harus paham soal audit Business Process Re-engineering (BPR/Rekayasa ulang proses bisnis).

Sayangnya dari 25 nama yang direkomendasikan tidak ada satu pun yang memiliki pengalaman yang memadai dalam melakukan Business Process Re-engineering.

Artinya DPD tidak paham dengan kebutuhan BPK. Pasalnya, ada yang mengerti audit BPR, justru tidak masuk rekomendasi DPD.

“Intinya, ketika melakukan penilaian kandidat, DPD tidak melihat kebutuhan BPK. Tidak melihat rencana strategis BPK dan tidak melihat rekomendari BPK Polandia” urainya.

Lebih lanjut, dia menilai rekomendari DPD ini sekedar menjaga keseimbangan politik dengan mengabaikan kebutuhan mendasar BPK saat ini.Padahal kalau penilaiannya fair, sebenarnya tidak hanya 25 orang yang layak direkomendasi DPD, tetapi lebih dari itu. Apalagi yang mendapat nilai 4 keatas banyak. “Angka 25 ini tidak jelas dasarnya,” tuturnya.

Dia menjelaskan, kriteria penilaian yang ditetapkan, komptetensi (pendidikan dan pengalaman), dan kecocokan (integritas dan kepemimpinan) adalah format penilaian yang sangat komprehensif dan sebaiknya dilakukan oleh para pakar yang profesional di bidang psikologi terapan dengan asesmen yang mendalam, bukan hanya mendasari pada riwayat pendidikan, riwayat pekerjaan dan paparan yang hanya 10 menit dan tanya jawab 10 menit.

Sadar juga mempertanyakan parameter yang dipakai DPD dalam menilai faktor kepemimpinan yang dinilainya tidak tepat.

“Apa dasar penilaiannya??? Ada seseorang yang kepemimpinannya dinilai rendah, Padahal orang tersebut berhasil mendirikan perusahaan dari nol dan sekarang menjadi salah satu yang terbesar di Indonesia, mosok kadar kepemimpinannya tidak tinggi,”pungkasnya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Presiden Tinjau Pembangunan Irigasi dan PLBN di Nunukan

NUNUKAN-Presiden Joko Widodo meninjau proyek padat karya tunai di Desa

Investigasi Mendalam Kematian Petugas KPPS

Oleh: Achmad Nur Hidayat Pemilu 2024 telah meninggalkan luka yang