Daerah Mampu Hadapi Ancaman Resesi Ekonomi

Thursday 5 Dec 2019, 3 : 50 pm

JAKARTA-Ketua Komite IV DPD RI Elviana mengungkapkan daerah tentu menyambut usulan UU Omnibus Law segera diselesaikan. Karena bisa memangkas ruwetnya perizinan investasi di daerah. 

“Banyak investor yang mau masuk ke daerah jadi menunda, makanya pemerintah harus serius terkait UU Omnibus Law ini,” katanya dalam diskusi “Mampukah Indonesia Menghadapi Ancaman Resesi Dunia 2020?” bersama anggota Komisi VI DPR Darmadi Durianto, anggota Komisi IV DPR Andi Akmal Pasluddin, anggota Komisi XI Didi Irawadi dan peneliti Indef Tauhid Ahmad di Jakarta, Kamis (5/12/2019).

Menurut Elviana, potensi investasi yang mau ke daerah sangat besar. Namun aturan aturan investasi kadang tidak sinkron dengan pemerintah pusat. Karena Pemerintah dan DPR ngebut menyelesaikan UU Omnibus Law.

“Daerah itu bisa menyumbang sekitar 35% dari realisasi investasi. Saya setuju, pemerintah memangkas berbagai aturan yang menghambat,” tambahnya.

Elviana mengaku optimis pemerintah tetap memperhatikan daerah dan sangat pedulu dengan kepentingan daerah. “Memang tidak bisa dipungkiri, faktor perang dagang AS-China masih berpengaruh. Yang jadi masalah itukan Donald Trump-nya, yang terlalu mengagungkan Amerikanya,” tambahnya.

Diakui Senator asal Jambi, ancaman resesi ini cepat atau lambat akan menerpa Indonesia. Cuma persoalannya tinggal skalanya saja, besar atau kecil.

“Faktor ekspor produk nasional memang lesu. Pengaruhnya untuk Indonesia hanya 17,8%. Namun ekspor komoditi SDA dari daerah cukup tinggi, misalnya kelapa sawit, karet, dan batubara,” paparnya.

Hal ini bisa menyelesaikan problem-problem ekspor nasional yang lesu. Bahkan DPD RI mendengar Kementerian Luar Negeri terus-menerus berupaya membuka pasar ekspor ke negara-negara baru tapi belum final.

Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR Darmadi Durianto mengakui kerjasama bilateral Indonesia – Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) justru merugikan Indonesia.

“Kemampuan ekspor Australia ke Indonesia lebih besar, ketimbang ekspor Indonesia ke Australia,” terangnya.

Disisi lain, kata Darmadi, penurunan tarif ekspor ke Australia ternyat tidak memiliki dampak yang besar terhadap volume ekspor. Jadi lebih banyak pada hambatan non tarifnya.

“Eksportir Indonesia tidak siap menghadapi hal ini. Jadi, untuk mengimbanginya, maka pemerintah harus membatasi impor. Produk-produk Industri-yang memenuh standar, semestinya jangan di terbitkan izin impornya,” tuturnya. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Cyrus: Elektabilitas Jokowi-JK 53,6%, Prabowo-Hatta 41,1%

JAKARTA – Elektabilitas pasangan Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK) kembali mengungguli

Jangan Gunakan Isu Rupiah untuk Kepentingan Kontestasi Politik

JAKARTA-Deputi Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Ekonomi Strategis Kantor Staf