JAKARTA-Lembaga survey Politik harus berani mengumumkan siapa penyandang dana dari hasil penelitiannya. Masalahnya, hal ini sebagai bagian dari kode etik lembaga. Sehingga masyarakat mengetahui secara transparan. “Memang sebuah lembaga survey itu mestinya memenuhi kriteria, pertama-bisa dipertanggunjawabkan hasil penelitiannya, kedua-tidak asal-asalan dan ketiga mengumumkan ke publik penyandang dananya,” kata peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Firman Noor dalam diskusi “Etika Lembaga Survey” di Jakarta, Senin,(4/11).
Menurut Firman, memasyarakatkan poling-polling atau hasil survey bukanlah sesuatu yang menakutkan, apalagi harus dicurigai. Aksi ini merupakan kegiatan akademis yang logis. “Karena banyak manfaat dari survey, bahkan bisa mendewasakan masyarakat,” tegasnya.
Terkait adanya upaya pengaturan terhadap survey, lanjut Firman, tidak perlu pemerintah mengatur-atur soal survey tersebut. “Meski saat ini ada kecenderungan dan trend untuk memanfaatkan hasil survey, namun disisi lain lembaga survey juga sebenarnya tidak bisa mempengaruhi masyarakat,” tambahnya.
Sebagai contoh, lanjut Firman, pada pemilu 1999 dalam beberapa survey PAN masuk dalam tiga besar partai pemenang pemilu. Justru malah PKB tidak masuk. “Hasilnya, ternyata PKB malah yang tercantum dalam tiga besar. Inilah kendala dari lembaga survey dalam hal metodologi,” tuturnya.