Dipertanyakan Rendahnya Royalti Timah

Tuesday 19 Mar 2013, 4 : 24 am
kompas

JAKARTA-Masih rendahnya penerimaan royalti ekspor timah membuat sejumlah kalangan menaruh kecurigaan. Alasannya penerimaan royalti ini tidak sebanding dengan volume ekspornya.  “Pemerintah pusat harus bergerak cepat menyelamatkan situasi ini. Angka tersebut menunjukkan ‘illegal mining’ di Babel masih terjadi dan tidak dapat ditekan bahkan kegiatannya cenderung meningkat,” kata  pengamat pertimahan Indonesia, Bambang Herdiansyah di Jakarta,Selasa,(19/3)

 Menurut Bambang, jumlah ekspor tersebut, kata dia, hanya timah batangan, dan belum termasuk logam timah yang berbentuk wire, bars, solder, dan bentuk lainnya, tentunya akan mendapat angka ekspor jauh lebih besar dari angka tersebut.  “Walaupun Permendag Nomor 78 Tahun 2012 baru akan berlaku Juli 2013, mulai awal tahun ini sudah dilakukan persiapan-persiapan untuk pelaksanaannya agar berjalan sesuai dengan yang diharapkan,” tambahnya

 Dikatakannya,  kondisi itu patut dicermati dikarenakan PT Timah sebagai perusahaan pemilik IUP terbesar di Indonesia, khususnya Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, justru mengalami penurunan ekspor dari tahun ke tahun. Pada 2010, kata dia, ekspor timah batangan PT Timah sebesar 37.958 metrik ton (MT) dan pada tahun 2011 sebesar 37.154 MT.  Sementara itu, gabungan smelter mengalami peningkatan signifikan, yakni pada tahun 2010 sebesar 47.911 MT naik menjadi 52.812 MT pada tahun 2011.

Bambang menambahkan ekspor timah asal Indonesia pada bulan Desember 2012 mengalami kenaikan 9,4% atau menjadi 8.689,2 ton dibandingkan ekspor pada bulan November 2012 yang sebesar 7.946 ton.

 Malah Bambang menyebutkan dari data PT Timah ekspornya pada 2012 sekitar 28.364 MT, sedangkan untuk PT Kobatin pada tahun 2012 berkisar 6.000–7.000 MT. Artinya, perusahaan swasta timah gabungan atau smelter kembali mendapatkan angka lebih dari 60.000 MT dan lebih besar dari ekspornya pada tahun 2011.

 Hal itu, kata dia, patut diwaspadai oleh pemerintah pusat karena terjadi kerugian negara yang sangat besar. Masalahnya, pasir timah yang dihasilkan smelter sangat meragukan berasal dari IUP-nya sendiri. “Total IUP hanya berkisar 3 % dari seluruh IUP yang ada di Babel,” katanya.

 Ditempat terpisah, anggota Komisi VII DPR, Bobby Rizaldi mengakui DPR meminta penjelasan pemerintah terkait rendahnya penerimaan royalti ekspor timah yang tidak sebanding dengan volume ekspornya. “Pemerintah diharapkan meningkatkan pengawasan terhadap ekspor timah. Jika penerimaan royalti dan ekspor tidak seimbang maka diduga ada permainan. Pengawasan harus diperketat untuk menekan kegiatan ekspor timah ilegal yang sangat merugikan negara,” paparnya

 Selama ini, menurut Bobby, banyak ekspor timah yang diselundupkan keluar daerah penghasil untuk menghindari pembayaran royalti kemudian diekspor keluar. “Kami meminta agar dilakukan audit terhadap penerimaan royalti dan volume timah yang diekspor. Audit itu bisa dilakukan pertiga bulan sekali dan harus ada transparansi dalam penerimaan royalti ini,” paparnya.  **can

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Ketemu Pengusaha, Jokowi Tegaskan Ekspor Harus Lampaui Singapura

JAKARTA-Presiden Joko Widodo mengundang kembali sejumlah pelaku usaha. Alasannya, ingin

Dipicu Aksi Profit Taking, IHSG Tergerus 0,69% di Bawah Level 7.200

JAKARTA–Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI) ditutup