DPD Harus Bersikap Soal Perppu Pilkada

Wednesday 15 Oct 2014, 5 : 51 pm
Pengamat Hukum Tatanegara, Refly Harun

JAKARTA-Pengamat hukum, tatanegara, Refly Harun mengatakan DPD RI penting harus bersikap dalam masalah Perppu Pilkada ini. Kalau dilihat peran DPD dalam putusan MK pada 2013,  pertama DPD bisa ikut pembentukan prolegnas,  kedua DPD bisa ajukan RUU dan sama statusnya dengan RUU yang diajukan DPR atau Presiden,  ketiga bisa ikut membahas UU,  keempat DPD bisa membahas UU secara tripartit.

“Jadi DPD harus punya sikap yang clear dalam menyikapi Perppu,” katanya dalam diskusi “Perppu Pilkada Buat Siapa?” di DPD RI, Jakarta, 15 Oktober 2014

Kalau Perppu ditolak maka ada dua pemikiran, kata Refly, pertama, kalau kemudian itu ditolak maka itu bergantung pada UU no 12 Tahun 2011 maka penolakan Perppu bisa dibatalkan.

“Disini DPD harus bersikap sebagai alat kelengkapan, sikap DPD harus jelas dalam Perrpu,berikutnya DPD harus menginisiasi pencabutan Perppu,” tandasnya.

Berbicara mengenai penolakan Perppu menurut Refly harus dilihat konteksnya. Karena  masa kegentingannya sudah lewat.

“Kami dukung pilkada langsung,” tukasnya.

Sementara itu pengamat hukum tata negara Universitas Andalas, Prof Saldi Isra menjelaskan bahwa Perppu no 2 tahun 2014 yang menyatakan mencabut tidak berlaku UU 22 2014 Tentang pilkada. Kalau kita baca semua Perppu yang pernah dikeluarkan di era SBY JK dan SBY Boediono itu tidak ada yang standar alasannya.

Terkait alasan Perppu dikeluarkan atas dasar kegentingan yang memaksa itu harus faktual bukan potensial saja.

“Oleh karena itu pasal 22 UUD 45 itu merupakan hak subjektif Presiden,jadi Perppu itu hak subjektif Presiden dan akan dinilai oleh DPR,jadi kalau DPR menerima maka hak subjektif tersebut akan menjadi hak objektif,tapi kalau DPR gak terima maka selesai sudah Perppu,” ungkapnya.

Perppu itu paling tidak ada tiga alasan untuk dikeluarkan pertama lebih kepada memberikan jaminan pemilu yang lebih demokratis kedua soal kedaulatan rakyat ketiga ada penolakan yang luas dari masyarakat.

“Jadi ini merupakan pertimbangan subjektif presiden dan ini menurut saya sejarah pertama dalam bangsa kita terkait Perppu ini,”sambungnya.

Saldi justru mempertanyakan  kalau memang mau mengeluarkan Perppu, lalu  kenapa Presiden SBY  mau tandatangani UU Pilkada tersebut, masalahnya UU itu dibuat jaman SBY. Namun implikasinya dirasakan oleh Jokowi.

“Kalau SBY  keluarkan Perppu paling tidak Demokrat memiliki beban moral. Tapi kalau Perppu yang mengeluarkannya Jokowi maka Demokrat tidak akan memiliki beban,” tandasnya.

Kalau seandainya Perppu ditolak DPR itu tidak serta mertanya berlaku uu pilkada karena berdasarkan pasal 52 Ayat 7  Uu No 12 Thun 2011 maka uu pilkada tidak bisa dijalankan.

“Jadi DPD sebenarnya dalam mensikapi Perppu punya kekuatan kunci asalkan DPD di internalnya solid,” pungkasnya. (ek)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

SPLP Dicurigai Hanya Keruk Uang TKI

JAKARTA-Kalangan  DPR mencurigai langkah Kemenakertrans A. Muhaimin Iskandar dalam penanganan

Penghentian QE III Harus Diantisipasi

JAKARTA – Staf Khusus Presiden bidag Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah mengingatkan