DPR Prediksi RUU Perbukuan Selesai 2016

Tuesday 26 May 2015, 6 : 57 pm
daridulu.com

JAKARTA-Kondisi perbukuan di Indonesia sangat memprihatinkan. Karena penerbitan buku tidak mendapatkan perhatian  pemerintah. Alhasil buku-buku yang beredar banyak melanggar etika, moral, lebih komersial dan tidak bertanggung jawab. Sehingga tidak layak dibaca oleh anak-anak seperti pornografi dan kriminalitas. Selain itu harga buku cukup mahal khususnya untuk pendidikan. “Untuk itu RUU Sistem Perbukuan ini harus segera diselesaikan mengingat sangat penting bagi perbukuan Indonesia agar tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran, di mana yang akan menjadi korban adalah anak-anak,” kata anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Golkar Ibu Popong Otje Djundjunan dalam diskusi forum legislasi ‘RUU Sistem Perbukuan’ bersama Ketua IKAPI Jakarta Afrizal Sinaro dan editor senior PT. Gramedia Irna Permanasari di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (26/5).
Namun begitu Popong optimis RUU ini akan selesai 2016, karena pembahasan RUU ini sendiri tidak boleh lebih dari 2 tahun. RUU ini terdiri dari 19 bab dan 94 pasal, sedang dibahas di Panja Perbukuan Komisi X DPR RI. Dengan UU ini nantinya yang akan mengontrol perbukuan di Indonesia adalah Badan Perbukuan Indonesia.
Dia membandingkan dengan India, sebagai negara yang masih miskin, tapi dalam soal perbukuan ternyata Balai Pustaka dan Perpustakaan India sangat mewah, banyak buku yang tersedia. Bahkan harga buku untuk anak-anak sekolah sangat murah; Rp 4000,- sampai Rp 20.000,-. Ditambah sekolah memang gratis, dan kesehatan juga gratis.
Sementara itu untuk sanksi bagi pelanggaran yang dilakukan oleh penulis, penerbit, dan penjual buku sudah diatur dalam RUU ini. Namun, kata Popong pasti masih banyak kekurangan. Sebagai inisiatif DPR RI, Panja Perbukuan Komisi X DPR RI mempersilakan masyarakat menyampaikan aspirasinya soal perbukuan ini sampai diundangkan. “Kalau ada aspirasi yang harus disampaikan, silakan disampaikan selama 24 jam,” ujarnya
Sementara itu Irna Permanasari mengakui dalam draft RUU Perbukuan ini belum lengkap, karena belum mengatur pelanggaran hak cipta, pajak berlapis bagi penulis, sanksi yang tegas bagi penerbit dan lain-lain. “Misalnya penerbit menerbitkan kembali bukunya tanpa sepengetahuan penulis, maka sanksinya pakai pasalnya apa? Juga jangan sampai RUU ini bukan untuk buku proyek,” ujarnya.
Menurut Afrizal, RUU Sistem Perbukuan itu sangat diharapkan kehadirannya oleh penerbit, mengingat nasib penerbitan sekarang ini sangat memprihatinkan. “Mencetak 3000 eksmplar misalnya ternyata satu tahun tidak habis. Belum lagi ada buku bajakan yang tiba-tiba beredar di mana-mana. Jadi, sebanyak 700 penerbit yang tergabung dalam IKAPI ini berharap RUU ini segera diundangkan,” tambahnya.
Lebih tragis lagi tidak ada subsidi untuk penerbit Indonesia. Dalam acara pameran buku (book fair) misalnya, sama sekali tidak ada yang difasilitasi pemerintah. “Jangankan memfasilitasi, Islamic book fair saja, tak ada bantuan. Diundang saja untuk membuka acara sulit bisa hadir,” pungkasnya. (ec)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Investor Sukses: Belilah Saham Ketika Harganya Sedang Turun

JAKARTA-Investor sukses di ranah pasar modal, Lo Kheng Hong mengajarkan

BUMDes Maju Bersama Pasok Pangan Untuk Atlet Asian Games

JAKARTA-Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Maju Bersama yang berlokasi di