Selain masalah pernikahan adat, JPU, Ali Prakoso juga mengungkap soal Kartu Keluarga (KK) milik kedua terdakwa yang juga dijadikan alat bukti saat tim penasehat hukumnya mengajukan eksepsi.
Diungkapkan JPU Ali Prakoso, dalam KK yang diterbitkan Kantor Dispendukcapil Tahun 2007 tersebut, Terdakwa Henry tertulis sebagai kepala keluarga.
Sedangkan Iuneke tertulis sebagai istri dan tinggal di Jalan Panglima Sudirman Nomor 55 Surabaya.
“Ini di KK tahun 2007, disini ditunjukkan Pak Henry sebagai kepala keluarga dan Bu Iuneke sebagai istri. Benar ya di KK tahun 2007 ini tanda tangan bapak. Jadi di 2007 pun di KK bapak sudah menyatakan sebagai kepala keluarga Henry dan istri Iuneke,” tanya JPU Ali Prakoso pada terdakwa Henry.
“Tidak ingat,” jawab terdakwa Henry.
Namun saat ditanya soal tanda tangan dalam KK tersebut, Terdakwa Henry membenarkanya.
“Ya, kurang lebih iya,” ucap terdakwa Henry.
Persidangan perkara pemalsuan keterangan ini akan kembali dilanjutkan pada Kamis (12/12) dengan agenda pembacaan surat tuntutan dari JPU.
“Pembelaan saudara hari Senin (16/12). Pemeriksaan saudara sudah selesai. Sidang dinyatakan ditutup,” kata hakim Dwi Purwadi menutup persidangan.
Terpisah, JPU Ali Prakoso mengatakan, kasus yang menyeret Bos PT Gala Bumi Perkasa (GBP) dan istrinya sebagai pesakitan ini semakin gamblang setelah melihat bukti KK yang diungkapnya saat pemeriksaan kedua terdakwa.
“Di KK itu sudah jelas, mereka itu mengaku sebagai suami istri. KK tersebut tahun 2007 ketika mereka masih tinggal di Jalan Panglima Sudirman Nomor 55 Surabaya,” terangnya saat dikonfirmasi usai persidangan.
Dengan KK tersebut, JPU Ali Prakoso meyakini Notaris Atika Ashiblie juga terkecoh dengan dokumen yang diserahkan terdakwa saat membuat dua akta otentik berupa pengakuan hutang dan personal guarantee.
“Jadi notaris pun mungkin terkecoh dengan data data atau dokumen yang diserahkan keduanya. Mereka juga ngomong KTPnya sudah suami istri, KK yang dilampirkan dalam eksepsi mereka, Henry selaku suami, Iuneke selaku istri,” pungkasnya.
Untuk diketahui kronologis perkara keterangan pernikahan palsu ini dimulai pada Juli 2010 ketika Henry J Gunawan dan Iuneke Anggraini mengaku sebagai pasangan suami istri (Pasutri) saat membuat 2 akta perjanjian pengakuan hutang dan personal guarantee.
Namun faktanya, mereka baru resmi menikah secara agama Budha di Vihara Buddhayana Surabaya pada 8 November 2011. Keduanya dinikahkan oleh pendeta Shakaya Putra Soemarno Sapoetra serta baru dicatat di Dispenduk Capil pada 9 November 2011.