Federasi SP BUMN dan 22 LSM Tolak Revisi PP 52 Dan 53 Tahun 2000

Monday 21 Nov 2016, 7 : 07 pm
harianterbit.com

JAKARTA-Tidak bisa dipungkiri salah satu penyumbang pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah sektor telekomunikasi, dimana sektor telekomunikasi bisa menjadi andalan untuk menopang pertumbuhan di tengah lesunya ekonomi Indonesia. “Hal ini terbukti di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi pada kuartal I dan kuartal II tahun 2016, sektor telekomunikasi masih menunjukkan pertumbuhan yang positif yaitu 1,2 persen,” kata Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Arief Poyuono dalam siaran pers yang diterima wartawan, Senin (21/11/2016).

Menurut Arief, sebagai negara berkembang, wajar jika pertumbuhan sektor telekomunikasi yang tinggi sangat menarik bagi korporasi asing. Dimana mereka ingin menikmati pertumbuhan sektor telekomunikasi Indonesia dengan modal kecil. Soalnya mereka tidak perlu membangun infrastruktur jaringan telekomunikasi, tapi keuntungan yang mereka peroleh akan sangat besar. Keuntungan itu pun akan dibawa ke luar Indonesia sebagai bentuk capital flight.

Lebih lanjut Arief Puyuono menekankan bahwa Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu mengapresiasi perjuangan Kementerian BUMN yang sudah berusaha untuk menolak perubahan 2 (dua) PP tersebut karena banyak dampak negatif bagi ekonomi nasional dan BUMN. “Selain itu kami juga mendesak agar Presiden Joko Widodo membatalkan perubahan 2 (dua) PP tersebut. Alasannya, hal ini adalah cara-cara asing untuk merusak perekonomian Indonesia dan tidak menguntungkan bagi rakyat, serta membahayakan keberadaan Bhinneka Tunggal Ika dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ujarnya.

Diketahui keberatan Federasi Serikat Pekerja BUMN sudah dikirimkan ke pada Menkominfo dan Presiden serta Lembaga negara lainnya. Sudah 22 organisasi non pemerintahan dan Lembaga studi yang ikut menanggapi uji publik revisi PP 52 dan 53 tahun 2000 tentang Network Sharing dan spectrum frekuensi sharing. “Jelas RPP 52 dan 53 tahun 2000 ditolak oleh masyarakat karena itu harus dibatalkan. Bisa jadi kami akan melayankan somasi kepada Kemenkominfo serta mendesak Presiden memecat Menkominfo dan Menko Perekonomian yang berpotensi sebagai penyebab kerugian negara di masa depan akibat revisi kedua PP tersebut,” imbuhnya.

Adapun sikap dari Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu itu antara lain :

1. Perubahan 2 (dua) PP tersebut memang akan menarik asing untuk berinvestasi lebih banyak di Indonesia agar bisa mengambil kue ekonomi Indonesia, dengan modal kecil untung besar dengan mempengaruhi pengambil kebijakan untuk membuat dan mengubah regulasi yang menguntungkan asing dan mematikan usaha korporasi nasional.

2. Perubahan 2 (dua) PP tersebut hanya menguntungkan asing yang tidak mau mengucurkan modal untuk membangun jaringan telekomunikasi secara menyeluruh dan merata di Indonesia.

3. Perubahan 2 (dua) PP tersebut mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, karena spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya alam terbatas yang seharusnya dikuasai oleh negara dan dilindungi dari penguasaan asing.

4. Perubahan 2 (dua) PP tersebut membuat operator telekomunikasi saling tunggu dalam membangun jaringan telekomunikasi khususnya di wilayah non-profit. Hal ini menyebabkan kesenjangan informasi, ekonomi, dan sosial, sehingga melahirkan gerakan separatis atau sekurang-kurangnya meningkatkan kriminalitas di wilayah tersebut.

5. Perubahan 2 (dua) PP tersebut membuat operator telekomunikasi menjadi semakin malas membangun, sehingga mengakibatkan pembangunan jaringan telekomunikasi tidak menyeluruh dan tidak merata hingga ke pelosok negeri.

6. Perubahan 2 (dua) PP tersebut mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat, dimana terdapat perjanjian antar operator telekomunikasi terkait pengaturan produksi, harga, maupun penguasaan pasar.

7. Perubahan 2 (dua) PP tersebut merugikan BUMN sektor telekomunikasi yang telah mengeluarkan investasi besar untuk membangun jaringan telekomunikasi dengan nilai kerugian dalam 5 (lima) tahun mencapai Rp. 200 triliun. Dengan kerugian BUMN, maka kerugian Negara akibat Perubahan 2 (dua) PP tersebut mencapai Rp. 100 triliun dalam 5 (lima) tahun. Selain merugikan BUMN dan Negara, perubahan 2 (dua) PP tersebut juga merugikan masyarakat khususnya di wilayah non-profit, karena tidak terpenuhinya hak masyarakat terhadap akses telekomunikasi.

8. Ketentuan dalam perubahan 2 (dua) PP tersebut bertentangan dengan Undang-Undang No 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, sehingga jika dipaksakan akan batal demi hukum melalui judicial review.

Don't Miss

Cegah Banjir Impor, 30 Januari 2020 Berlaku Tarif Impor Baru

JAKARTA–Kementerian Keuangan menetapkan nilai pembebasan bea masuk barang impor e-commerce

Ketua MPR Tegaskan Takkan Ikut Demo Soal Ahok

JAKARTA-Polemik pernyataan Calon Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama atau