Formulasikan Kembali Kebijakan Investasi Pro Rakyat

Friday 10 Oct 2014, 5 : 16 pm
by
Direktur Eksekutif Institute Global Justice, Riza Damanik

JAKARTA-Indonesia for Global Justice (IGJ) bersama sejumlah organisasi masyarakat sipil dari Indonesia menghadiri pertemuan Asia-Europe Peoples Forum (AEPF) ke-10 yang akan dilaksanakan pada 10-12 Oktober 2014 di Milan, Italia.

Tema yang diangkat dalam forum ini adalah “Towards a Just and Inclusive Asia and Europe – Building States of Citizens for Citizens”.

Pertemuan ini selanjutnya akan memberikan rekomendasi kepada kepala negara yang hadir dalam pertemuan ASEM (Asia-Erope Meeting).

Direktur Eksekutif IGJ, Riza Damanik menjelaskan pertemuan ini diantaranya menyoroti isu investasi dan korporasi yang akhir-akhir ini kian merampas hak rakyat.

“Adanya Bilateral Investment Treaty (BIT) khususnya antara pemerintahan di negara-negara Asia dan Eropa telah memuluskan korporasi transnasional dari aksi investasi yang tidak bertanggung jawab dan melanggar hak asasi manusia,” ujarnya.

Salah satu bentuk perlindungan korporasi transnasional yang diberikan oleh BIT adalah peran dari mekanisme penyelesaian sengketa yang mensejajarkan kedudukan investor dengan Negara (Investor-State Dispute Settlement/ISDS).

Salah satu mekanisme yang dipakai adalah pengadilan arbitrase di ICSID (International Centre for Settlement of Investment Disputes). ICSID adalah lembaga arbitrase yang dibentuk atas peran dari Bank Dunia untuk memberikan jaminan perlindungan dari kebijakan yang merugikan bagi investor dari Negara anggota Bank Dunia.

Mekanisme ini sangat merugikan Negara berkembang, karena menyandera pemerintahan yang lemah untuk tidak bertindak tegas terhadap berbagai pelanggaran oleh investor asing.

Situasi ini menunjukan arogansi investor asing yang berujung pada eliminasi peran Negara dalam melindungi kepentingan rakyat.

Apalagi, BIT juga mengatur tentang ketentuan Sunset Clause, yakni aturan yang tetap memberikan perlindungan kepada investor hingga 15 tahun sejak BIT dihentikan.

Lebih lanjut dia menyebutkan, “salah satu pengalaman buruk Indonesia atas keberadaan BIT adalah ketika Newmont Nusa Tenggara (NNT) menggugat Indonesia ke ICSID sebagai akibat penerapan Undang-undang No.4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba) yang mewajibkan perusahaan untuk membangun smelter”.

Alasan Newmont mengajukan gugatan ke ICSID adalah karena UU Minerba telah melanggar ketentuan BIT antara Indonesia dengan Belanda yang ditandatangani pada tahun 1994.

Hal ini karena salah satu pemegang saham terbesar Newmont adalah Nusa Tenggara Partnership BV, perusahaan asal Belanda.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Rotan dan Yayu

Pemerintah Minta Pengusaha Mebel dan Rotan Terbuka

JAKARTA-Pemerintah mendorong pengusaha mebel dan furniture untuk memanfaatkan pasar di

Hotel Mercure Serpong Tawarkan Paket Ramadhan

TANGERANG-Menyambut Ramadhan, Hotel Mercure Serpong Alam Sutera menawarkan serangkaian promo