Hamka: Kalau Konglomerat Berteriak, Bisa Parah Ekonomi Kita

Sunday 9 Aug 2015, 1 : 17 am
by

JAKARTA-Meski pertumbuhan ekonomi nasional terus melambat, tingkat kepercayaan konglomerat yang merajai dunia bisnis dan ekonomi Indonesia kepada pemerintah ternyata masih tinggi. Hal ini terbukti dari sikap mereka yang belum mau memindahkan investasi dari Indonesia. “Sampai sejauh ini, mereka belum angkat kaki dari sini. Kalau konglomerat ini berteriak, bisa parah ekonomi kita,” ujar Ketua Komite Tetap Sarana Produk Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, Hamka Yandhu di Jakarta, Sabtu (8/8).
Sekedar catatan, kontribusi para konglomerat dalam menggerakan roda perekonomian nasional sangat besar. Meski jumlahnya sekitar 50 konglomerat, namun mereka sangat dominan menguasai sektor strategis ekonomi.
Di bidang keuangan misalnya, total aset 50 konglomerasi keuangan mencapai Rp5.142 triliun atau 70,5% dari total aset industri jasa keuangan yang ada di Indonesia, yakni Rp7.298 triliun. 50 konglomerasi keuangan itu terdiri dari 229 lembaga jasa keuangan dengan rincian 35 entitas utama dari sektor perbankan, 1 entitas utama dari sektor pasar modal, 13 entitas utama dari sektor industri keuangan non bank, dan 1 lembaga jasa keuangan khusus.
Saat ini kata Hamka, kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan masih tinggi. Meski ekonomi tumbuh melambat, gejolak mosi tidak percaya kepada pemerintah belum muncul.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II tahun ini sebesar 4,67 persen. Itu terendah setelah kuartal III-2009. Pertumbuhan ekonomi kuartal II tersebut sebagian besar ditopang oleh konsumsi masyarakat yang tumbuh 4,97 persen. Diikuti konsumsi pemerintah 2,28 persen, dan pembentukan modal tetap bruto atau investasi 3,55 persen.
Sejauh ini jelas Hamka, para konglomerat Indonesia masih bisa bernapas. Artinya, kemampuan financial untuk membayar pinjaman dari luar negeri masih bisa. Tetapi, para taipan bisnis ini akan kerepotan kalau samai terjadi penurunan daya beli masyarakat. Harga mahal, daya beli masyarakat turun. Pengusaha makin rugi. Otomatis, mereka tidak akan mampu membayar pinjaman ataupun melunasi cicilan utangnya,” tuturnya.
Sementara ini, lanjut Hamka, kemampuan pengusaha membayar pinjaman sedikit terbantu karena ada beberapa sektor usaha yang masih berjalan. Akan tetapi, untuk ekspansi usaha sudah stagnan. “Artinya, perluasan usaha distop sementara. Tidak ada lagi perluasan pabrik, pembebasan lahan dsbnya,” imbuhnya.
Dia mengaku, beberapa proyek infrastruktur memang berjalan. Namun, proyek infrastruktur ini milik pemerintah dengan mengandalkan pinjaman dari luar negeri. “Itulah yang sekarang bergerak. Dengan mengandalkan pinjaman luar negeri, pembangunan terus digenjot. Tetapi, sektor rill tidak berjalan,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Tahun 2015, Industri Perhiasan Hasilkan Devisa Ekspor USD 3,31 Miliar

JAKARTA-Dirjen Industri Kecil dan Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Gati

SBY Larang Menteri Ambil Kebijakan Strategis dan Ganti Pejabat

JAKARTA-Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta para menteri di jajaran