“Haram”, DPR Beri Masukkan Perppu

Monday 7 Oct 2013, 4 : 32 pm

JAKARTA-DPR diminta jangan memberikan saran ataupun masukan terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Karena saran dan masukan DPR itu malah menjadikan Perppu menjadi Undang-Undang.

“Haram bagi DPR ataupun parlemen untuk memberikan pandangan atau masukan terhadap Perppu yang akan dikeluarkan pemerintah,” kata pengamat hukum tatanegara, Irman Putra Sidin dalam diskusi “Runtuhnya Benteng Mahkamah Konstitusi (MK)” bersama Wakil Ketua MPR, Lukman Hakim Saefuddin dan matan staf ahli MK,  Refly Harun di Jakarta, Senin,(7/10).

Menurut Irman, Perppu itu menjadi domain dan kewenangan pemerintah.  Sementara DPR itu yang menilai Perppu, apakah diterima atau ditolak. “Kalau DPR ternyata memberikan saran, tentu sama saja bukan Perppu lagi,” tegasnya.

Hanya saja Irman mengingatkan agar materi Perppu itu jangan sampai melanggar Konstitusi, misalnya soal meninjau ulang materi putusan MK. “Ini bisa berbahaya, DPR bisa menilainya sebagai pelanggaran konstitusi, akibatnya presiden diimpeachment,” ucapnya. 

Lebih jauh kata Irman, hanya MPR saja yang bisa mengubah putusan MK. Karena materi putusan MK itu sama saja dengan konstitusi. Artinya, cuma sidang MPR yang bisa mengubah putusan MK. Sayangnya, sulit sekali untuk mengumpulkan anggota MPR untuk membuat sidang tersebut,” tambahnya.

Namun demikian Irman, membenarkan langkah Presiden SBY tidak mengundang MK dalam rapat para dengan ketua-ketua lembaga tinggi negara. “Sudah benar, MK tidak diundang dalam rapat tersebut,” tegasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua MPR, Lukman Hakim Saefuddin menilai keluarnya Perppu itu merupakan solusi jangka pendek dalam mengatasi krisis kepercayaan public terhadap MK. “Saya kira itu, solusi jangka pendeknya,” tegasnya.

Lukman sepakat dengan pembentukan majelis kehormatan MK. Namun sebaiknya soal penunjukkan personal, siapa saja yang duduk di Majelis Kehormatan tersebut diserahkan saja kepada Komisi Yudisial. “Nah, kalau sekarang itukan Majelis Kehormatan MK, juga duduk Harjono, padahal dia juga hakim MK, seharusnya tidak demikian,” terangnya.

Langkah Presiden SBY, kata Waketum PPP ini, yang hanya memberhentikan sementara Ketua MK, Akil Mochtar ini dinilai tidak tepat. “Sebaiknya langsung saja diberhentikan dengan tidak hormat. Karena jika hanya berhenti sementara, MK masih harus menunggu proses peradilan KPK yang lama, sehingga lama untuk memulihkan MK di mata publik,” tuturnya.

Sedangkan Refly Harun lebih menyoroti soal perilaku hakim MK. Karena itu memang harus ada yang mengawasi itu kelakuan para hakim MK, dan bukan lembaga MK. “Perilaku hakim MK itu yang harus dikontrol, dan hasil pengawasannya diserahkan ke Majelis Kehormatan MK. Sama halnya dengan DPR RI yang diserahkan ke Badan Kehormatan DPR,” ujarnya.

Sedangkan mengenai proses rekruitmen lanjut Refly, pihak-pihak yang terlibat dari presiden, MA, dan DPR RI yang terpenting harus memenuhi prinsip-prinsip akuntabel, partisipatif, transparan, dan obyektif. “Pinrip-prinsip itu yang tidak dijalankan, sehingga wajar kalau penunjukan Akil Mochtar, Patrialis Akbar, dan Maria Farida Indrati bermasalah. Putusan yang dihasilkan pun tak mencerminkan kinerja dari negarawan,” pungkasnya. **cea

 

Don't Miss

Sulut Expo 2019

Tingkatkan Pariwisata, Pemprov Dorong Sulut Expo 2019 di Jakarta

JAKARTA-Provinsi Sulawesi Utara (Sulut) akan menggelar Sulut Expo 2019, berupa

Kelurahan Grogol Alami Kekeringan, PDAM Depok Kirim 4000 Liter Air Bersih

DEPOK-Warga Kelurahan Grogol, Kecamatan Limo tepatnya di RT 2 dan