Harus Ada Keberanian Menasionalisasi Freeport

Sunday 26 May 2013, 3 : 43 pm
koran-jakarta.com

JAKARTA-Kasus tewasnya 38 orang karyawan PT.Freeport Indonesia (PT-FI) di kawasan Big Gossan membuat masyarakat Indonesia makin geram. Karena itu  pertambangan Freeport segera menghentikan operasi dan meninggalkan Indonesia, alias sudah saatnya dinasionalisasi. “Sudah sampai pada titik untuk Freeport harus pulang, dan nasionalisasikan Freeport,” kata Wakil Ketua DPRD Papua Jimmy Demianus Ijie dalam diskusi “Penanganan Korban Runtuhnya Terowongan Freeport’, di Jakarta, Jumat (24/5).

Menurut Jimmy, arogansi FI selalu melaporkan zero accident pada Kementerian Tenaga Kerja dan Trasmigrasi (Kemeakertrans). Apalagi operasi PTFI selama puluhan tahun itu tak memberikan kontribusi besar bagi masyarakat Papua. “Insiden Big Gossan adalah bentuk peringatan keraspada PTFI,” tegasnya

Politisi PDI Perjuangan ini, kecewa sikap diam pemerintah Indonesia terhadap operasi PTFI selama ini. Apalagi tak ada pemimpin tegas seperti di Bolivia, Venezuela dan Equador. “Semestinya pemerintah bersikeras nasionalisasi perusahaan yang terafiliasi dengan Freeport McMoran, produsen tembaga dan emas besar asal AS. “Itu problem kita,” paparnya.

Sedangkan, Wakil Ketua Komisi IV DPR Firman Soebagyo menyatakan,  PTFI ibarat negara dalam negara. Sudah saatnya pemerintah melakukan evaluasi terhadap kontrak karya, atau nasionalisasi. Anehnya, PT-FI sempat mengajukan perluasan lahan sekitar 200 ribu hektar lahan. “Kalau sampai izin diberikan, artinya ada kongkalikong antara pemerintah dengan Freeport,” ujarnya.

Politisi Partai Golkar itu menuturkan, kasus tersebut akan menjadi evaluasi DPR. Atas dasar itulah, Komisi IV berencana akan memanggil pemerintah. Ia berpendapat, Freeport tak hanya bertanggungjawab kepada perusahaan, tetapi kepada publik.

 Menurutnya, setiap perusahaan asing yang berinvestasi di suatu negara, maka harus patuh dan tunduk pada aturan negara dimaksud. “Freeport telah merusak ekosistem dan kekayaan alam Papua,” ujarnya.

Lebih jauh ia menegaskan, sebagai negara berdaulat, semestinya pemimpina negeri ini memiliki keberanian melakukan renegoisasi kontrak karya. Pasalnya, kontrak karya sangat tertutup.

Ia mengusulkan adanya rapat gabungan antara pemerintah dan DPR untuk melakukan evaluasi atas keberadaan Freeport selama puluhan tahun. “Padahal sudah jelas sumber daya alam dimanfaatkan sepenuhnya untuk rakyat. Tapi rakyat mana, Papua Indonesia, atau Amerika,” ujarnya.

Pada tempat yang sama, Anggota Komite I DPD asal Provinsi Papua, Paulus Yohanes Sumino mengatakan regulasi pertambangan perlu dibedah kembali. Menurutnya pemerintah terikat dengan Freeport  melalui kontrak karya.

Menurutnya siapa saja berhak untuk mendesak Freeport angkat kaki dari tanah Papua. “Tapi kalau nanti pemerintah dituntut dunia internasional, kalau kalah bisa bangkrut negara ini,” pungkasnya. **can

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

KOPITU Berikan Solusi dan Dorong Pemberdayaan UMKM Pada Presidensi G20 Indonesia

JAKARTA-Komite Pengusaha Mikro Kecil Menengah Indonesia Bersatu (KOPITU) memberikan solusi
Aktivitas perekonomian khususnya industri sudah kembali pulih. Kondisi ini diharapkan terus membaik dan akan mencapai pertumbuhan ekonomi nasional yang positif

Banjir Mulai Surut, 576 Gardu Listrik di Jakarta dan Banten Kembali Normal

JAKARTA-Sebanyak 576 gardu distribusi yang semula dipadamkan imbas dari banjir