Hentikan Kriminalisasi Terhadap Masyarakat Adat

Thursday 28 Nov 2019, 5 : 48 pm
by
Gerakan masyararakat sipil Sumatera Utara yang terdiri dari elemen Masyarakat Adat, Mahasiswa, Petani, dan Organisasi Masyarakat Sipil lainnya melakukan aksi massa “Hentikan Kriminalisasi Terhadap Masyarakat Adat“. Aksi ini dilakukan di depan Polda Sumatera Utara, dan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Medan.

MEDAN-Gerakan masyararakat sipil Sumatera Utara yang terdiri dari elemen Masyarakat Adat, Mahasiswa, Petani, dan Organisasi Masyarakat Sipil lainnya melakukan aksi massa “Hentikan Kriminalisasi Terhadap Masyarakat Adat“.

Aksi ini dilakukan di depan Polda Sumatera Utara, dan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Medan.

Diikuti berbagai elemen, aksi massa ini melibatkan Masyarakat Adat Sihaporas, Masyarakat Adat Dolok Parmonangan, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak, Walhi Sumatera Utara, Bakumsu, KSPPM, HaRI, KontraS Sumut, AMAN Sumut, SEKBER RA Sumut, BPRPI, LBH Medan, PBHI Sumut, GMNI Sejajaran Unika Medan.

Hadir juga HMI MPO, KBM Faperta, BarsDem, PMKRI Cabang MEdan dan PMKRI Cabang Siantar, GMKI Cab. Medan, Bakercab GMNI, dan lain sebagainya.

“Banyaknya konflik agraria di Sumatera Utara telah memposisikan petani, buruh tani dan masyarakat adat, nelayan, dan kelompok marjinal lainnya sebagai korban. Tanah-tanah petani, wilayah adat, hutan adat milik masyarakat adat telah menjadi objek konsesi perusahan perkebunan dan hutan tanaman industry,” ujar Roy Lumban Gaol dalam keterangan tertulisnya, Kamis (28/11)

Hal ini seolah terus Negara biarkan, rakyatnya menjadi korban perampasan lahan. Bahkan habisnya konsesi perkebunan tidak serta merta menjadikan tanah yang menjadi objek konflik tersebut bisa dikuasai petani dan masyarakat adat.

Di dataran tinggi Sumatera Utara, Perampasan wilayah adat ataupun hutan adat masih terjadi hingga saat ini.

Bakumsu, Hutan Rakyat Institute, AMAN Tano Batak, dan KSPPM mencatat ada 12 komunitas masyarakat adat yang tanah wilayahnya telah dikuasai secara turun-temurun namun jatuh ke tangan negara.

“Dan oleh negara sejak zaman Orde Baru Soeharto diberi hak pengelolaan hutan kepada PT Inti Indorayon Utama, yang sekarang menjadi PT Toba Pulp Lestari,” ujarnya.

Hadirnya perusahaan tersebut menjadi penyebab konflik Masyarakat Adat dengan Perusahaan Hutan Tanaman Industri di sekitaran Danau Toba.

Protes dan tuntutan pengembalian wilayah adat yang dilakukan oleh masyarakat adat masih sering berujung kriminalisasi.

Mereka mempersoalkan perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) PT.TPL (Toba Pulp Lestari) yang telah menghancurkan hutan adat.

Namun, ketika Masyarakat Adat bercocok tanam di wilayah adatnya, seringkali pihak keamanan perusahaan menghalang-halangi hingga berujung bentrok dan berujung kriminalisasi yang memposisikan Masyarakat Adat sebagai korban.

Seperti yang dialami oleh Masyarakat adat Sihaporas di Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Penetapan Harga BBM Belum Transparan

JAKARTA Pemerintah dituding tidak transparan terhadap penentuan garga bahan bakar

Kemenhub Terbitkan Permenhub Pengendalian Transportasi Mudik Idul Fitri 1441 H

JAKARTA-Kementerian Perhubungan (Kemenhub) telah menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25