IGJ: APEC Menyelamatkan ASEAN RCEP dan TPP

Wednesday 9 Oct 2013, 2 : 57 pm
by

JAKARTA-Indonesia for Global Justice (IGJ) menilai Konferensi Tingkat Tinggi Kerjasama Ekonomi Asia Tenggara (KTT APEC)  yang telah berlangsung sejak 1-8 Oktober 2013 di Bali berpotensi memperparah perekonomian Indonesia melalui berbagai kesepakatan perdagangan bebas regional yang dipayungi oleh Bogor Goals.  Hal ini karena kesepakatan yang telah dicapai dalam  dua pertemuan Para Menteri APEC, yaitu APEC Finance Ministers dan APEC Ministerial Meeting, akan diadopsi dan diimplementasikan ke dalam Perjanjian Perdagangan Bebas yang saat ini dalam proses negosiasi baik di dalam Trans Pacific Partnership (TPP) yang diinisiasi AS maupun ASEAN Regional Economic Comprehensive Partnership (RCEP) yang diinisiasi China.

Berdasarkan pengamatan IGJ sejak putaran diskusi APEC Senior Official Meeting (SOM) I di Jakarta (Jan/2013) dan SOM II di Medan (April/2013) hingga saat ini, terbukti bahwa agenda konektivitas dan liberalisasi perdagangan dalam Bogor goals merupakan point utama dalam pembahasan dalam KTT APEC.

Direktur Eksekutif IGJ, Riza Damanik, menegaskan, KTT APEC telah digunakan oleh negara-negara industri, khususnya Amerika Serikat dan China, untuk semakin memperkuat pengaruhnya dalam kerjasama ekonomi kawasan baik di TPP maupun di ASEAN RCEP.

Hal ini sangat berasalan, mengingat kawasan Asia Pacific merupakan potensi pasar yang besar karena populasinya mencapai hingga 40% dari populasi dunia, yang menguasai sebesar 55% GDP di dunia, dan 44% aktivitas perdagangan dunia berasal dari Negara-negara APEC. Karena itu, Bogor Goals akan menjadi bermakna bagi pengaruh ekonomi AS dan China.  “Bogor Goals hendak mengawinkan TPP dengan ASEAN RCEP, yang tidak semua Negara di kawasan Asia Pacific tergabung ke dalamnya, melalui agenda FTAAP (Free Trade Area of the Asia Pacific). Inilah agenda terbesar di balik seluruh agenda pembahasan dalam KTT APEC di Bali tahun ini”,  jelas Riza di Jakarta, Rabu (9/10).

Dalam pengamatannya tersebut, IGJ juga menyebutkan bahwa agenda tersebut tidak akan memberikan keuntungan bagi perdagangan Indonesia. Hal ini terbukti dengan neraca perdagangan Indonesia dengan Negara-negara APEC cenderung defisit di sepanjang tahun 2012 hingga Jan-Juli 2013 yang di dominasi dengan defisit disektor non-migas.  

Bahkan, dalam situasi ekonomi nasional hari ini perlambatan ekonomi Indonesia semakin terasa. Hal ini terlihat dari perlambatan kinerja ekspor yang semakin menunjukan penurunannya. Data BPS Agustus 2013 menunjukan bahwa terjadi penurunan nilai ekspor sebesar 12,77% di bulan Agustus 2013 dari nilai Juli 2013, yakni dari US$ 15,08 Miliar per Juli menjadi hanya sekitar US$ 13,16 Miliar per Agustus. Bahkan, Asian Development Bank (ADB) telah mengkoreksi pertumbuhan GDP Indonesia di tahun 2013 yang sebelumnya sebesar 6,4% terkoreksi menjadi 5,7%, turun sebesar 0,7%. Hal ini akan semakin menurunkan daya saing Indonesia ditengah-tengah desakan pembukaan pasar bebas di kawasan Asia Pasifik.  “Pada akhirnya, Presiden SBY harus mempertanggungjawabkan seluruh skema liberalisasi yang telah memperparah situasi kehidupan rakyat Indonesia. Pada saat yang sama, masyarakat sipil harus mulai membangun sistem ekonomi alternatif, yang semangatnya: solidaritas dan saling-melengkapi, bukan kompetisi” tegas Riza.

KTT APEC yang berlangsung sejak 1-8 Oktober 2013 di Nusa Dua Bali saat ini akan ditutup dengan Leaders Summit yang dihadiri oleh Pimpinan Negara-negara APEC untuk mensahkan dua kesepakatan Para Menteri APEC yang telah disepakati sebelumnya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Pemkot Peringatkan Proyek Showroom Mobil di Alam Sutera

TANGERANG- Pemerintah Kota Tangerang telah memberikan surat peringatan terhadap bangunan

Bio Farma Siap Produksi Vaksin COVID-19 Tahap Kedua

JAKARTA-Bahan baku vaksin COVID-19 produksi Sinovac sejumlah 10 juta dosis