BI: Indonesia Terlambat Membangun Industri

Tuesday 21 May 2013, 9 : 47 pm
by

JAKARTA – Bank Indonesia (BI) terpaksa bias menentukan suku bunga ke atas karena perekonomian Indonesia sejak dulu transaksi berjalannya selalu defisit.

Defisit ini dipicu keterlambatan Indonesia membangun industri yang menghasilkan bahan baku dan barang modal.

“Sehingga pada waktu pertumbuhan ekonomi naik, dia membutuhkan impor yang terlalu besar. Dan kecepatannya melampaui kecepatan pertumbuhan ekspor. Sehingga yang terjadi adalah defisit transaksi berjalan,”  ujar Gubernur BI Darmin Nasution Pencapaian Kinerja BI periode 2009-2013 di Jakarta, Selasa (21/5).

Menurut dia, jika transaksi berjalan defisit maka harus ada surplus ditransaksi modal dan transaksi financial. Kedua faktor ttu penyeimbangannya.

“Kalau tidak maka mau tidak mau, kita harus pinjam,” jelas dia.

Yang sering terjadi, kata dia untuk mengundang masuknya dana dari luar, baik investasi langsung maupun dalam bentuk portofolio investment (capital inflow jangka pendek) maka tingkat suku bunga didorong keatas. Akibatnya, tingkat bunga Indonesia bukan hanya paling tinggi di Asean, tetapi terlalu mahal.

“Kita sering mengatakan yang penting bukan tingkat bunganya, tetapi aksesnya.  Kalau tingkat bunganya tinggi, apa aksesnya banyak? Mestinya, suku tinggi, aksesnya juga sedikit,” ujar dia.

Dia mengaku, sebagian kecil, memang punya kemampuan memimjam, meskipun dengan tingkat suku bunga yang tinggi.

Tetapi, UKM tidak mampu.

“Kalau meminjam dengan bunga 20-30 persen, dia nggak sanggup. Karena UKM hanya bekerja untuk membayar bunga,” ujar dia.

Karena itu, tegas dia BI terus berupaya menekan tingkat suku bunga ini.

“Namun upaya menekan suku bunga ini juga tidak mudah. Sebab syaratnya, kalau  landing rate turun maka inflasi harus turun karena cost of fund (biaya dana) dipengaruhi oleh inflasi,” tegas dia.

Untuk menekan inflasi, BI bekerja dengan pemerintah.

Karena inflasi di Indonesia, bukan karena fenomena moneter, tetapi fenomena sektor rill dan femomena administer price.

Inflasi kita akan naik kalau harga cabe, daging, bawang naik.

“Turunnya inflasi berdampak pada rendahnya suku bunga. Karena cost of fund merujuk pada besaran inflasi dan bukan tabungan,” tegas dia.

Belum Efisien

Lebih lanjut Darmin mengatakan perbankan nasional belum efisien.

Oleh karena itu, BI mendorong perbankan lebih efisien dengan mewajibkan perbankan mengumumkan suku bunga dasar kredit.

“Landing rate dikurangi premi dan cost,” kata dia.

Pengumunan ini mendorong perbankan saling tahu soal besaran suku bunganya sehingga bisa kompetitif dalam menentukan besaran suku bunga.

Dan masyarakat juga tahu besaran bunga yang dipatok perbankan.

“Dulu,  tingkat suku bunganya berkisar antara 10-12 persen. Hari ini, tingkat suku bunga kredit KPR komersil dibawah 10 persen. Bahkan ada yang berani menawarkan 7 persen dan ada yang menawarkan 8 persen. Makanya kita terus melakukan pengendalian inflasi, mendorong efisiensi dan mendorong persaingan karena persaingan memang tajam disektor perumahan,” imbuh dia.

Selain sektor properti, persaingan tajam juga terjadi di kredit korporate.

Karena semua bank bermain area ini sehingga landing ratenya juga single digit.

“Sebenarnya, bank-bank kelas menengah dan kecilah yang menawarkan suku bunga diatas 10 persen untuk korporate,” jelas dia.

Lebih lanjut dia mengatakan, persaingan di sektor kredit mikro tidak terlalu tajam sehingga bunga masih tinggi

“Kita harus mendorong persaingan lebih tajam supaya bunga kreditnya turun,” pungkas dia.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

KOPITU Tingkatkan Penetrasi Produk UKM Indonesia di Korea Selatan

JAKARTA-Komite Pengusaha Mikro Kecil Menengah Indonesia Bersatu (KOPITU) Yoyok Pitoyo

Bangunan di Atas Tanah Fasos Fasum Ini Dirobohkan

DEPOK – Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Depok