Jangan 100%, DPR Minta Iuran BPJS Naik Bertahap

Thursday 5 Sep 2019, 4 : 20 pm
Ketua Komisi lX DPR RI Fraksi Demokrat, Dede Yusuf Macan Efendi bersama Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Angger Yuwono memberikan keterangan dalam Dialektika Demokrasi bertema "Iuran BPJS Naik, Bebani rakyat ?" di Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (5/9/2019).

JAKARTA-DPR menegaskan besar kenaikan iuran BPJS Kesehatan jangan sampai membebani masyarakat. Karena itu, kenaikkan tidak boleh terlalu tinggi.

“Seharusnya dilakukan secara bertahap, jangan langsung 100%, jelas memberatkan masyarakat,” kata Ketua Komisi IX DPR RI Dede Yusuf dalam dialektika demokrasi “Iuran BPJS Naik, Bebani Rakyat?”bersama anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Angger Yuwono di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (5/9/2019).

Selain memberi ruang kepada pemerintah untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan, DPR mendesak agar tata kelola dan manejemennya diperbaiki.

“Komisi IX DPR tetap memberi ruang untuk menaikkan iuran paket kelas III BPJS Kesehatan, asal tata kelola dan manajemen pelayanan, obat-obatan, dan lainnya diperbaiki,” ujarnya.

Opsi kenaikan tersebut kata Dede, nomor yang ke 9 atau 10 dari catatan prioritas DPR yang harus diperbaiki BPJS. Yaitu menuntaskan perbaikan data atau data cleansing, agar defisit keuangan penyelenggara Program Jaminan Kesehatan itu bisa diatasi ketimbang menaikkan iuran.

“Jangan-jangan selama ini salah sasaran, karena kalau jumlah rakyat miskin 10 persen atau sekitar 26 juta orang, kalau lebih dari 26 juta orang, berarti salah sasaran” ujarnya.

Kedua, jenis paket atau format yang diadopsi dari BPJS Kesehatan Malaysia itu ketika diterapkan ternyata tak disepakati oleh para dokter dan rumah sakit (RS). Khususnya berbagai jenis penyakit dan lama pelayanan perawatan di rumah sakit.

Anehnya lagi kata politisi Demokrat itu, daerah tidak mengoptimalkan BPJS dan malah menarik anggarannya untuk membangun RS. Padahal, rakyat mayoritas menggunakan paket kelas III sekitar 130 juta orang.

Sedangkan untuk paket kelas I dan II, DPR menyerahkan ke pemerintah. “Jadi, masalahnya kolekting data, bukan besaran iurannya. Makanya tata kelola, manajemen BPJS itu harus dievaluasi secara menyeluruh,” ungkapnya.

Sementara itu, Angger Yuwono menegaskan manakala tak ada kenaikan, maka pada 2024 nanti BPJS Kesehatan akan mengalami defisit Rp 77,9 triliun.

“Kalau BPJS ini tidak naik dan tanpa melakukan upaya-upaya lainnya termasuk evaluasi tata kelolanya, maka tahun 2024 akan defisit Rp 77,9 triliun,” tegas Angger di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Kamis (5/9/2019).

Defisit BPJS Kesehatan tersebut mulai Rp 39,5 triliun (2020), Rp 50,1 triliun (2021), Rp 58,6 triliun (2022), Rp 67,3 triliun (2023) dan Rp 77,9 triliun (2024), total Rp 290-an triliun.

Juga BPJS Mandiri, anggotanya yang aktif membayar hanya 55 persen, selebihnya 45 persen tidak membayar. Jadi, semuanya harus diperbaiki,

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Bursa Saham, IHSG, Saham EMTK, Saham TBIG

Gerak IHSG Berpotensi Rebound, Cek Saham Rekomendasi Analis

JAKARTA-Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan hari ini

Pemegang Saham Sepakat Laba Bersih 2019 Ditetapkan Sebagai Laba Ditahan

JAKARTA-Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) PT Intiland Development Tbk