JK: UUD Itu Bukan Barang Keramat

Tuesday 18 Aug 2015, 7 : 00 pm
by
Wapres Jusuf Kalla

JAKARTA-Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menegaskan upaya amandemen atau perubahan terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 bukan merupakan keputusan tabu. Namun perubahan merupakan keniscayaan yang disesuaikan dengan dinamika yang terjadi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara . “UUD suatu negara bukanlah jimat yang bersifat tetap. UUD dinamis sesuai waktunya,” ucap JK ketika memberikan sambutan pada Peringatan Hari Konstitusi dan Grand Final Cerdas Cermat Empat Pilar MPR Tingkat SLTA Se-Indonesia di Gedung Nusantara IV Komplek MPR/DPR/DPD Jakarta, Selasa (18/8).
Di Thailand jelas JK, tiap pemerintahan berubah bahkan UUD Thailand (berubah) sampai 300 pasal. Malaysia juga merubah UUDnya. “Suatu perubahan UUD keniscayaan karena dinamika bangsa,” ucapnya.
Namun demikian, kata JK, mengubah UUD tidak semudah yang dibayangkan. Pasalnya, ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi. Apalagi, negara ini mempunya instrument untuk menjaga UUD yaitu MPR.
Karena itu, jelas JK, lebih mudah mengubah undang-undang biasa daripada UUD 1945. “Amandemen tidak sesuai yang dikira. Harus ada sidang MPR dan ada tahapan. Beda dengan UU, yang diputus 560 orang DPR, tapi bisa diubah Hakim Konsitutisi. Kalau amandemen harus dua per tiga anggota MPR. Bisa (diubah UUD), tapi tidak gampang,” ujarnya.
Tapi yang tak berubah lanjut JK menyangkut falsafah bangsa. Falsafah harus tetap dipertahankan. “NKRI,UUD’45,Pancasila dan Bhineka tunggal Ika dan system-sistem yang telah kita sepakati bersama itu tidak boleh dirubah,”tegas JK dengan suara lantang.
Menurutnya, konstitusi memiliki sistem dan sistem itu bersifat dinamis. Kedinamisan dalam konstitusi merupakan suatu hal yang wajar, karena adanya perbedaan-perbedaan dan dinamika yang terjadi. Bahkan hingga kini UUD 1945 telah empat kali diamandemen yaitu pada tahun 1999, 2000, 2001, dan 2002.
Perubahan mendasar pada UUD 1945 itu seperti mengedepankan demokrasi, sehingga pemerintah tidak lagi otoriter, serta kebebasan yang lebih terbuka. Perubahan itu juga menyangkut bidang ekonomi, penguatan otonomi daerah karena tidak ingin lagi sentralistik, sehingga lebih memberikan kekuatan kepada pemerintah daerah. “Selain itu, kita juga tidak ingin adalagi lembaga tertinggi negara, agar sistem check and balances dapat berjalan. Pada jaman Orde Baru, MPR dengan mayoritas partai, dapat berbuat apa saja,” imbuhnya.
Perubahan itu, lanjut Wapres, menunjukkan adanya dinamika sejarah bangsa. “Walaupun kita semua menghormati UUD 1945, pasalnya tetap, tapi ayatnya berubah. Artinya UUD satu negara tentu bukanlah suatu jimat yang bersifat tetap. Perubahan UUD adalah keniscayaan karena dinamika bangsa itu sendiri, tapi yang tidak berubah itu adalah falsafah bangsa itu sendiri,” kata Wapres.
Dia menegaskan, konstitusi bukan untuk dikramatkan, tapi untuk dilaksanakan. “Bagaimana UUD dilaksanakan dan falsafahnya tercermin dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” tutur Wapres.
Wapres menyampaikan suatu bangsa didirikan berdasarkan kesepakatan, falsafah dan sejarah. Suatu bangsa akan teguh dan kokoh selama dapat menjalani prinsip, yang disebut konstitusi. “Tujuh puluh tahun yang lalu, kita sama-sama sepakat mendukung negara Republik Indonesia,” ujar Wapres.
“Tentunya kita semua mengetahui bahwa suatu bangsa berdiri dengan berbagai cara dan dan falsafah yg beda, seperti Inggris yang didirikan dengan magna charta, Amerika Serikat dengan Declaration of Independence dan Malaysia yang berdiri dengan kesepatan raja-raja. Oleh karenanya, kita harus dapat memahami falsafah kita, yakni Pancasila,” pungkasnya.(EH)

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

KAI: Kasus Irman Gusman Diduga Terkait Pergantian Dirut Bulog

JAKARTA-Kasus penangkapan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman oleh

Presiden: Lakukan Pembangunan Pertanian Dengan Skala Lebih Luas

JAKARTA-Pembangunan pertanian harus dilaksanakan dalam skala ekonomi yang lebih luas.