JAKARTA-Espektasi masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla sangat tinggi.
Harapan akan massyarakat Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera seolah berada di depan mata.
Namun seiring dengan berjalan waktu, upaya mewujudkan itu tidaklah semudah membalikan telapak tangan meski pemerintah sendiri sudah berusaha keras untuk membangkitkan ekonomi.
Sejumlah paket kebijakan ekonomi dirilis guna mendongkrak ekonomi.
Kemudahaan investasi didesain sedemikian rupa agar investor membawa modalnya kedalam negeri.
Bahkan semua hambatan investasi dipangkas dan dibuat sesederhana mungkin.
Diperkirakan, investasi yang masuk ke Indonesia kelak ‘bak air bah’.
Kini, memasuki usia 2 tahun pemerintah, harapan massyarakat belum pudar.
Optimisme terus dibangun meski dunia dilanda persoalan ekonomi.
Akan tetapi, belum pulihnya kondisi ekonomi global tidak meruntuhkan harapan akan sebuah pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
Pemerintahpun mencanangkan target pertumbuhan ekonomi 5,2 persen ditahun ini.
Realistis atau bombastiskah target tersebut?
Berikut wawancana wartawan Alex Marten dengan pengamat Kebijakan Politik dan Ekonomi, John N Palinggi.
Presiden Jokowi diindentikan dengan kebangkitan ekonomi Indonesia. Sejuta harapan dibebankan ke pundak presiden. Kini mendekati usia 2 tahun pemerintahan ini, apakah sudah ada sinyal kebangkitan ekonomi Indonesia?
Saya melihat perkembangannya sangat positif. Banyak ide dan gagasan brilian dari pikiran Presiden. Gagasan-gagasan itu berisi harapan bahwa akan terjadi perbaikan, terutama perekonomian rakyat, bangsa dan Negara.
Maklum saja, saat mulai memerintah, Presiden Jokowi dihadapkan pada persoalan keterbatasan dana.
Bisa dielaborasi maksud keterbatasan dana ini?
Pemerintahan Jokowi diwarisi oleh beban cicilan hutan yang ditinggalkan oleh perilaku lama. Misalnya saja, utang BLBI, KLBI ditambah dengan kredit macet yang jika ditotal mencapai Rp 1.075 triliun uang negara hilang.
Pada pemerintahan sebelumnya, negara harus membayar sekitar Rp 150 triliun per tahun.
Dan saya percaya beban utang itupun massih terus ada hingga saat ini.
Artinya, beban pemerintahan Jokowi sangat berat?
Saya kira, angka Rp 150 Triliun per tahun itu cukup berat bagi Negara.
Hal ini diperparah dengan kondisi ekonomi global yang belum membaik di Negara Amerika dan Eropa. Pasar keuangan dunia pun rontok.
Namun terlihat jelas, Presiden kita cerdas.
Presiden dan Timnya mencoba untuk menarik investasi sebanyak mungkin ke dalam negeri.
Apakah Indonesia masih memiiliki daya tarik investasi, mengingat resiko invetasi masih tinggi?
Saya kira, sudah membaik. Segala hambatan investasi dipangkas. Presiden sendiri sudah mencanangkan kebijakan reformasi dengan memberi kemudahan perijinan.
Bahkan ijin investasi bisa didapat dalam hitungan jam saja atau tiga jam.
Apa dampak positif dari reformasi bidang investasi ini?
Komentari tentang post ini