JAWA BARAT-Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Ulama Nahdatul Ulama (NU) ikut merespon berita bohong tentangan larangan azan dan perkawinan sejenis.
Hal ini disampaikan Jokowi saat kesempatan membuka Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konperensi Besar (Konbes) Nahladul Ulama ke-2, di Kota Banjar, Jawa Barat, Rabu (27/2).
Belakangan ini, penyebaran berita bohong atau hoaks dengan fitnah-fitnah menjelang hajatan besar Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) bulan April mendatang semakin marak.
“Saya titip ini harus betul-betul direspons dengan baik oleh NU, terutama kalau ada fitnah-fitnah, isu-isu yang dari pintu ke pintu. Sudah dari pintu ke pintu, dari rumah ke rumah,” pesan Presiden.
Presiden mempersilakan semua orang untuk mengkampanyekan kebaikan. Namun kalau yang disampaikan adalah hal-hal yang meresahkan, yang mengkhawatirkan masyarakat maka harus dicegah dan harus direspons.
“Kita harus berani merespons ini,” tegas Presiden.
Presiden menunjuk contoh hoaks pemerintah akan melarang azan. Diakui Presiden logikanya enggak masuk. Tapi dari survei, ternyata sembilan juta lebih masyarakat itu percaya.
“Ini survei ilmiah lho. Saya sudah berbisik-bisik pada Profesor Kiai Haji Ma’ruf Amin mengenai ini, bagaimana mencegah ini,” ucap Presiden.
Demikian juga terkait hoaks pemerintah akan melegalkan perkawinan sejenis. Presiden mempertanyakan apa lagi ini? Kalau hal-hal seperti ini tidak direspons dan kita diam, menurut Presiden, masyarakat akan termakan.
Ia mengingatkan, sesuai survei sembilan juta lebih masyarakat percaya mengenai itu. Karena itu, Presiden Jokowi menegaskan harus bicara guna meluruskan berita sesat tersebut.
“Kalau yang percaya hanya 20-30 kita diamkan tidak apa-apa tapi kalau sudah jutaan seperti itu harus direspons dan dijelaskan kepada umat, kepada santri-santri kita, kepada lingkungan-lingkungan kita,” ucap Presiden seraya menegaskan, ini adalah sebuah kabar yang menyesatkan, yang berbahaya bagi keutuhan kita berbangsa dan bernegara.