Sehingga jika 5,6 juta peserta mengakses program tersebut, maka keuntungan yang diterima oleh lembaga penyelenggara tersebut sangat besar sekali. Tetapi disisi lain, biaya yang harus ditanggung oleh Pemerintah tidak sepadan dengan hasil yang akan didapat.
Kedua, dari sisi efektifitas. Dalam kondisi seperti saat ini, dimana para pekerja banyak yang mengalami PHK atau tidak mampu lagi melanjutkan usahannya akibat berhentinya aktivitas ekonomi. Bantuan paling efektif yang bisa diberikan adalah bantuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dalam 3 sampai 6 bulan kedepan.
Saya mengusulkan, besaran manfaat insentif setelah penuntasan pelatihan sebesar Rp 600.000 per bulan per peserta selama empat bulan, bisa dimanfaatkan terlebih dahulu untuk membantu memenuhi kebutuhan pokok para pekerja dan keluarganya.
Program Kartu Pra-kerja yang menawarkan program pelatihan yang dilaksanakan secara daring (online), seperti: menulis kontent; make-up; berbicara di depan publik; buat web design; menjadi barista; bagaimana naik jabatan dan lain sebagainya. Pelatihan yang diberikan umumnya mendorong kemandirian, tetapi tidak cukup hanya melalui Online.
Program ini seharusnya, butuh pendampingan, membuka akses pasar, permodalan dan sebagainya. Sebaiknya, dengan melihat model pelatihan yang bersifat soft skiil, maka sebaiknya ditunda setelah kondisi mulai membaik. Terlebih keputusan ini menguntungkan perusahaan staf khusus presiden, meskipun tidak ada intervensi pandangan publik akan melihat hal ini sebagai konflik kepentingan.
Ketiga, dari sisi sasaran dan skala prioritas. Data dari berbagai daerah menyebutkan, terdapat lima sektor yang paling terdampak akibat wabah Covid-19. Antara lain: sektor tranportasi; konstruksi; pariwisata; ketenagakerjaan; dan UMKM. Pemerintah sendiri memperkirakan terdapat sekitar 4,6 juta pekerja yang di PHK atau dirumahkan selama Covid-19.