JAKARTA-Angka kasus gizi buruk di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masih sangat tinggi. Dari 800 balita, sebanyak 8 orang meninggal dunia karena gizi buruk.
Anggota Komite II DPD RI asal NTT Ibrahim Agustinus Medah mengatakan seharusnya kasus gizi buruk ini tidak terulang karena UU tentang pangan mewajibkan pemerintah pusat dan daerah menyediakan ketersediaan, pangan yang terjangkau. “Padahal, berdasarkan standar pangan dunia (MDGs) 2012, gizi buruk itu secara nasional tinggal 12 %, tapi di NTT masih 32 %, berarti memang buruk dan di bawah garis kemiskinan,” kata Medah di Jakarta, Rabu (24/6).
Menurut Ibrahim, tingkat kemiskinan di NTT masih mencapai 73,3 %, kebutuhan berasnya mencapai 50,54 %, dan selebihnya makanan pokok lokal lain seperti sagu, singkong, dan lain-lain. Sebanyak 132 hektar sawah produktif tergantung hujan, namun tingkat hujannya rendah antara 800 – 1000 mimimeter kubik per tahun. “Lahan tidurnya mencapai 1 juta hektar. Ini yang seharusnya diberdayakan oleh pemerintah daerah,” ujarnya
Saat ditanya peran pemerintah, Ibrahim bercerita dirinya pernah menjadi Bupati Kupang dan Ketua DPRD ternyata pejabat daerah itu masih dilayani dan bukannya melayani rakyat.
Dengan kasus kelaparan dan gizi buruk di NTT sekarang ini seharusnya DPR RI dan DPD RI berkumpul untuk memanggil Gubernur NTT Frans Lebu Raya, kenapa hal itu terjadi. Padahal dia sudah dua periode menjadi gubernur NTT, mestinya mengetahui kondisi rakyatnya khususnya yang tertinggal dan miskin.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Katolik dan aktifis PMKRI Agustinus Tamo Mbapa mengatakan seharusnya Gubernur NTT bisa memanggil kepala dinas kesehatan dan kalau terbukti lalai, maka bisa dipecat. Kalau tidak, maka kasus gizi buruk ini akan terulang terus-menerus. “Dulu, SBY menghibahkan Rp 400 miliar, tapi dana itu dibiarkan dan akhirnya dikembalikan ke negara,” tegasnya
Karena itu kata Gustav-sapaan akrab Agustinus Tamo Mbapa, akan melakukan class action, kepada pemerintah daerah untuk mempertanggungjawabkan gizi buruk tersebut. Sebab, gubernur pertama sampai keenam visi dan misinya jelas untuk membangun NTT, tapi di bawah Frans Lebu Raya dengan motto ‘Sehat dan sesuara membangun’ ini abstrak dan tidak jelas pula arah pembangunannya dalam dua periode terakhir ini.
Sebanyak 3193 desa dengan sejuta lahan tidur di NTT, ternyata pemimpin NTT selama ini kata Gustav, justru sering ingkar janji ketika berkampanye Pilkada. Karena itu, NTT itu perlu orang yang jujur, bersih, berani, akuntabel, dan kekayaannya bisa diaudit setiap tahun. “Jadi, belum ada gubernur NTT seperti Aloysius Benedictus Mboi yang akrab dipanggil Ben Mboi yang sering blusukan ke desa-desa tanpa sepengetahuan camat dan bupati setempat untuk mengetahui kondisi rakyatnya,” pungkasnya.