DPR Desak Sahkan UU Energi Panas Bumi

Wednesday 7 May 2014, 9 : 20 pm
by
Ketua Pansus Energi Panas Bumi DPR RI, Nazaruddin Kiemas

JAKARTA-Ketua Pansus Energi Panas Bumi DPR RI, Nazaruddin Kiemas menegaskan negara Indonesia harus mencari solusi dengan menyiapkan energi baru dan terbarukan melalui panas bumi untuk mengantisipasi terjadinya krisis energi, khususnya yang bersumber dari BBM dan batubara. Hal ini dimungkinan karena sebesar 40 % energi panas bumi dunia ada di Indonesia. Karena itu, Pansus Energi Panas Bumi DPR RI akan berkunjung ke New Zealand, untuk mempelajari energi panas bumi di negara itu yang sudah berjalan selama lima tahun tersebut. “Sebesar 100 % energi yang digunakan di New Zealand berasal dari panas bumi. Hal itu dimanfaatkan untuk produksi tambak udang, susu, dan sebagainya. Jadi, Pansus DPR juga akan berkonsultasi dengan ahli panas bumi Michael Allen sebagai konsultan utama dan sering berkunjung ke Indonesia,” ujar Nazaruddin kepada wartawan di Gedung DPR RI Jakarta, Rabu (7/54).

Hadir anggota Pansus Panas Bumi lainnya adalah Satya Widya Yudha, Andi Muawiyah Ramli, dan Rida Mulyana Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM. RUU Panas Bumi ini untuk revisi UU Energi Panas Bumi Nomor 27 tahun 2003.

Menurut Satya, Pansus ini beranggotakan lintas Komisi, yaitu dari Komisi IV, V, VI dan VII DPR RI. UU Panas bumi ini sangat krusial dan kita sudah punya sejak 1971, tapi tidak dimanfaatkan. Karena itu, mesti ada perubahan orientasi pembangunan pemerintah untuk merubah dari energi dari diesel, gas, dan batubara ke panas bumi. “Kita kaya sinar matahari, panas bumi, air, dan juga nuklir. Potensi-potensi alam itu tak boleh dianaktirikan,” ujarnya.

Apalagi lanjut Satya, subsidi listrik kini sudah mencapai Rp 72 triliun dan akibat kenaikan harga BBM dunia sebesar 110 dollar AS/barrel, maka subsidi listrik bisa mencapai Rp 110 triliun sampai Rp 200 triliun, sehingga akan merubah APBNP 2014 dan subsidi BBM bisa mencapai Rp 300 triliun. Selain itu, dalam revisi UU panas bumi ini juga menghilangkan kalimat ‘pertambangan’ karena terkait konservasi hutan lindung, juga terkait aspek komersialisasi, mekanisme harga, sistem pelelalangan dan sebagainya, yang anntinya ada di kewenangan pemerintah daerah atau pusat?.

“Mengingat pentingnya UU panas bumi ini, maka UU ini harus segara disahkan, dan Pansus akan mengesahkan pada Juli 2014 mendatang,” katanya.

Sementara kalau soal nuklir Satya mengaku, memang terjadi perbedaan pendapat. Dan nuklir tetap bisa dikembangkan apalagi negara-negara tetangga sudah mengembangkan tenaga nuklir tersebut. “Jadi, negara-negara Asean harus sepakat jika kita sebagai wilayah bebas nuklir. Kalau tidak, dampaknya kalau ada masalah pasti akan ke Indonesia juga. Untuk itu, tenaga nuklir untuk energi tetap menjadi prioritas,” tambahnya.

Hal yang sama disampaikan Rida, jika UU ini harus segera disahkan karena sudah terjadi krisis listrik di mana-mana. “Energi panas bumi ini membutuhkan waktu 6 sampai 7 tahun untuk dimanfaatkan menjadi energi listrik dan sebagainya. Bahwa, makin tinggi harga BBM, maka UU panas bumi akan sangat dibutuhkan di tengah rakyat belum menikmati listrik,” ungkapnya.

Dikatakan, jika sebesar 57 % energi panas bumi itu ada di gunung merapi, dan panas bumi itu pasti ada di hutan. Karena itu revisi UU ini menghilangkan kalimat ‘pertambangan’ terutama terkait hutan lindung atau konservasi. “Sehingga dalam pengembangan energi panas bumi itu tidak terhambat oleh hutan lindung,”  pungkas Rida. (OCTA HAMDI)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Kadin Indonesia Kolaborasi dengan PLUS, Instellar, dan Kumpul Melalui Wiki Wirausaha Sosial

JAKARTA-Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia terus mendorong peningkatan kapasitas

Mendag Revitalisasi Pasar Percontohan 10 Ulu Palembang

PALEMBANG- Menteri Perdagangan (Mendag) Rachmat Gobel meresmikan Pasar Percontohan 10