Kebijakan Stimulus Fiskal Untuk Memerangi Covid-19

Thursday 30 Apr 2020, 6 : 07 pm
by
Dr. Ir. Nugroho Agung Wijoyo, M.A

Oleh: Dr. Ir. Nugroho Agung Wijoyo, M.A

Din Syamsuddin, Sri Edi Swasono, dan Amien Rais Gugat Perppu Covid-19 menjadi judul berita yang ditulis dengan Huruf Kapital. Gugatan tersebut tertuang dalam uji materiil dan telah diterima oleh Mahkamah Konstitusi dengan nomor tanda terima 1962/PAN.MK/IV/2020 tertanggal 14 April 2020 (Kompas.com, 16 April 2020).

Berpacu dalam waktu, Mahkamah Konstitusi mengadakan sidang dengar pendapat konstitusionalitas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 tahun 2020 (Perppu Covid-19) pada 28 April 2020 beberapa hari yang lalu. Terbayang sudah, bila perppu ini dibatalkan, ancaman resesi ekonomi dan kehancuran sepertinya sudah di depan mata.

Alih-alih memikirkan sarana dan prasara yang diperlukan agar kaidah hukum acara tetap terpenuhi, lebih baik kita memikirkan masalah kemaslahatan masyarakat dan pemulihan ekonomi nasional.

Untuk itu, media dituntut tidak hanya memberikan informasi yang akurat dan terpercaya, namun juga memberikan solusi. Dan dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini, kita pun dituntut untuk mencari solusi terbaik bagi bangsa ini agar gugutan tersebut tidak menjadi sekedar gimik politik belaka.

Mari kita menganalisa Perppu No.1 Tahun 2020 ini dengan hati yang jernih dan berkepala dingin bagaimana pandemi Covid-19 ini telah membawa dilema yang sangat pelik bagi pengambil keputusan, ibaratnya membuka kotak pandora.

Betapa tidak, mereka menemui situasi yang amat pelik dan dilematis ketika dihadapkan kepada harus memilih antara mencegah tingkat kematian yang tinggi (high death rate) dengan harus kehilangan beberapa persen dari PDB dalam kurun waktu yang sangat tidak menentu, sangat tergantung pada seberapa lama dan seberapa parah penyebaran pandemi Corona Virus Disease 2019 mempengaruhi atau bahkan melumpuhkan kegiatan masyarakat dan aktivitas ekonomi di Indonesia.

Ketika pada tanggal 27 Maret 2020 yang lalu IMF menyatakan ekonomi global sudah memasuki resesi sebagai akibat dari penyebaran virus corona baru yang kita kenal dengan Covid-19 dan penghentian kegiatan ekonomi di seluruh dunia, Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva sangat mengawatirkan dampak jangka panjang dari penghentian secara mendadak ekonomi dunia akibat kebijakan lockdown.

Kebijakan seperti menghentikan transportasi umum, dan mewajibkan rakyatnya tinggal di rumah, baik berkerja dari rumah, ibadah dari rumah, maupun sekolah dari rumah yang diterapkan di beberapa negara akan menuai risiko gelombang kebangkrutan dan PHK masal.

IMF dan para ekonom di belahan dunia telah memperkirakan resesi ekonomi yang digerakkan COVID-19 kemungkinan besar tidak terhindarkan akan terjadi pada kondisi ekstrem. Resesi global sebagai periode berkelanjutan akan terjadi, apalagi ketika output ekonomi turun dan pengangguran meningkat.

Pada tanggal 20 Maret 2020 JP Morgan memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global tahun 2020 adalah sebesar – 1,1 persen, sedangkan prediksi The Economist Intelligence Unit pada tanggal 26 Maret 2020 malah lebih parah – dua kali lipatnya, yakni sebesar – 2,2 persen.

Betapa tidak, perkembangan pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) ini juga telah mengganggu aktivitas perekonomian di Indonesia. Salah satu implikasinya adalah penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diperkirakan dapat mencapai 2,3% persen dalam skenario berat atau dalam skenario sangat berat dalam press conference Kementerian Keuangan tanggal 1 April 2020 disebutkan sebesar – 0,4 persen.

Hal ini pun sangat tergantung kepada seberapa lama dan seberapa parah penyebaran pandemi Corona Virus Disease 2019 mempengaruhi atau bahkan melumpuhkan kegiatan masyarakat dan aktivitas ekonomi di Indonesia.

Stimulus Ekonomi

Dalam press conference Kementerian Keuangan tanggal 1 April 2020 disebutkan bahwa dalam rangka perlindungan sosial dan stimulus ekonomi menghadapi dampak Covid-19 ini telah diantisipasi kemungkinan terjadinya defisit yang diperkirakan akan mencapai 5,07 persen adalah relaksasi kebijakan defisit APBN di atas 3 persen, yang diskenariokan akan kembali ke disiplin fiskal maksimal defisit 3 persen mulai tahun 2023.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Kemenperin Siapkan Aparat Industri Hadapi Kenormalan Baru

JAKARTA-Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya agar sektor manufaktur tetap memberikan

Jokowi Diingatkan Soal Kemiskinan Di Perbatasan

JAKARTA-Masyarakat daerah perbatasan mayoritas dalam kondisi miskin. Oleh karena itu,