Kesepakatan Paket Bali Matikan Petani Indonesia

Sunday 8 Dec 2013, 3 : 22 am
by

BALI- Setelah negosiasi alot, Konferensi Tingkat Menteri (KTM) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) ke-9 akhirnya memutuskan proposal Paket Bali. Paket Bali yang diperjuangkan Indonesia  ini berisi proposal tata perdagangan yang lebih adil bagi semua Negara  yang terdiri dari tiga isu utama yakni fasilitasi perdagangan, pertanian, dan agenda pembangunan  Namun kesepakatan ini dibarengi dengan ongkos yang sangat besar yakni  kekalahan negara miskin dan berkembang, serta rakyat miskin dan mereka yang kelaparan. 

Indonesia Global Justice (IGJ) mengecam putusan Konferensi Tingkat Menteri WT) ke-9 di Bali. Tiga poin kebijakan yang populer disebut ‘Paket Bali’ itu dinilai tak memihak petani, dan justru mendorong setiap negara semakin membuka keran impor terhadap produk negara maju. “Bahkan Paket Bali sesungguhnya lebih buruk dibanding perundingan WTO di Jenewa. Ini sama saja mematikan petani dunia, termasuk Indonesia,” kata Direktur Eksekutif IGJ Riza Damanik kepada Koran Madura,  Sabtu (7/12).

Seperti diketahui, persetujuan Paket Bali datang setelah Kuba membatalkan ancaman untuk memveto paket kebijakan yang didesain oleh Organisasi Perdagangan Dunia ini. Pembicaraan yang telah dibuka pada Selasa (3/12), hampir mandek pada menit terakhir ketika Kuba tiba-tiba menolak untuk menerima kesepakatan yang tidak akan membantu pelepasan embargo AS dari pulau Karibia ini. Kuba kemudian menyepakati kompromi dengan Amerika Serikat.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyambut positif kesepakatan paket Bali ini. Hal ini   ini merupakan awal yang baik dalam tata perdagangan internasional. “Sebuah awal baru yang baik, dengan catatan negosiasi berikutnya lagi harus ada fleksibilitas, memberi dan menerima,” ujar SBY.

Namun menurut Riza,  hasil KTM WTO  membuktikan pemerintah gagal membela kepentingan rakyatnya. “Ongkosnya terlalu sangat besar dari kepakatan paket Bali WTO. Ini adalah  kekalahan negara miskin dan berkembang, serta rakyat miskin dan mereka yang kelaparan,” jelasnya.

Karena itu, IGJ kembali menuntut untuk mengakhiri WTO. Sebagai gantinya diterapkan konsep keadilan ekonomi. “Dengan Paket Bali ini WTO sekali lagi gagal membela kepentingan rakyat,” katanya. Pemerintah imbuhnya sekali lagi ditunggangi kepentingan perusahaan dan pelobi besar transnasional, untuk mengorbankan hak atas pangan rakyat, terutama mereka yang hidup di negara miskin dan berkembang. Hak atas pangan adalah hak asasi, namun Paket Bali menghalangi realisasi hak tersebut dengan mengangkangi kedaulatan rakyat melalui perjanjian WTO. 

Kerugian rakyat akibat barang impor yang masuk melalui fasilitas perdagangan akan lebih besar dari pada aturan subsidi yang entah kapan bisa efektif diimplementasikan. Fasilitas perdagangan adalah usul negara maju untuk ekspansi pasar, demi menyelamatkan ekonomi mereka yang stagnan. WTO kembali memfasilitasi kepentingan utama tersebut, juga perusahaan besar transnasional yang siap menggelontorkan barang ke negara miskin dan berkembang. “Fasilitas perdagangan untuk perusahaan raksasa dan pemodal besar. Negosiasi fasilitas perdagangan berhasil mengikat secara hukum, serta memastikan kepentingan perusahaan besar. Negosiasi ini memudahkan prosedur bea cukai dan perbatasan tentu akan menguntungkan perusahaan ekspor-impor besar. Data dari World Trade Report 2013 menyatakan, “80% ekspor AS dikuasai oleh 1% perusahaan besar, 85% ekspor Eropa ada di tangan 10% eksportir besar dan 81% ekspor terkonsentrasi pada 5 perusahaan ekspor di negara berkembang,” tuturnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Industri Olahan Susu Didorong Bermitra dengan Peternak Sapi Lokal

MALANG-Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong industri pengolahan susu untuk menjalin kerja

Bybit’s TradeGPT to Offer AI-Powered Trading Assistant

DUBAI–Bybit, one of the world’s most trusted crypto exchanges, is