KPPU: Butuh Kewenangan Kuat untuk Berantas Kartel

Thursday 17 Nov 2016, 1 : 19 pm
by
Ketua KPPU Syarkawi Rauf

JAKARTA-Pemberantasan kartel atau praktik persaingan usaha tak sehat di Indonesia masih membutuhkan upaya yang keras sekali. Dengan itu, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) selaku lembaga yang bertanggung jawab melakukan pengawasan terhadap persaingan usaha memerlukan kewenangan yang lebih kuat dari yang dimiliki sekarang.

Ketua KPPU Syarkawi Rauf mengatakan, pihaknya bersama DPR RI tengah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Persaingan Usaha yang akan merevisi  UU Nomor 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

RUU tersebut mengatur sejumlah klausul yang bertujuan untuk mempertegas kelembagaan KPPU sekaligus sebagai upaya menekan tindakan atau praktik persaingan usaha yang tidak sehat.

Menurut Syarkawi, dengan aturan yang berlaku saat ini lembaganya kurang memiliki taring sehingga perilaku kartel atau monopoli masih subur. “UU yang sekarang justru kurang adil untuk pelaku usaha, kewenangan kami juga seperti macan ompong tanpa taring. Suaranya saja keras, padahal lemah,” ujar Syarkawi di Jakarta Kamis, (17/11).

Syarkawi juga membantah jika revisi UU Nomor 5/1999 akan menjadi sumber disinsentif bagi perekonomian nasional. Sebaliknya, penguatan KPPU dalam RUU tersebut malah akan memberikan kepastian hukum berusaha, sehingga dapat meningkatkan iklim Investasi di Indonesia serta menciptakan efisiensi ekonomi dan produktifitas nasional.

Rancangan UU ini diharapkan dapat menjaga keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha, masyarakat atau konsumen. Juga penyeimbang antara pelaku usaha besar, menengah, serta pengusaha kecil. “Mayoritas pengusaha menginginkan agar otoritas KPPU diperkuat. Hanya segelintir saja yang tidak menginginkan penguatan KPPU karena tidak memahami arti penting Persaingan sehat bagi kesinambungan bisnisnya.

“Namun sebagian besar menyadari bahwa esensi RUU ini untuk menjamin kesempatan berusaha yang sama untuk semua kelompok usaha baik besar maupun kecil, mendorong efisiensi, serta meningkatkan daya saing,” ujar Syarkawi.

Ia menjelaskan, kewenangan KPPU saat ini berupa pelaporan atau inisiasi perkara, penyelidikan, penuntutan, hingga pemutusan perkara merupakan hal yang berbeda dari perkara pidana yang dimiliki kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan.

Kewenangan penyelidikan hanyalah untuk meyakinkan pimpinan Komisi dalam penanganan perkara dan bukan dalam rangka pro yustisia. KPPU sekarang pun bukan perperan sebagai Hakim tetapi seolah-olah Hakim, quasi judisial.

Selain itu, keputusan KPPU hanya berupa sanksi administratif atas pelanggaran persaingan usaha tidak sehat dari pelaku usaha. Apalagi, keputusan yang ditetapkan Majelis Komisi bisa diajukan keberatan lagi oleh pihak terlapor ke pengadilan. “Jadi, KPPU bukanlah  lembaga yang super body,” jelas Syarkawi.

Nantinya,  dalam perubahan UU Nomor 5/1999 akan memuat klausul penguatan kelembagaan KPPU yang akan ditetapkan sebagai lembaga negara. Sehingga, status ini akan memberikan kemudahan KPPU dalam melaksanakan fungsinya memberikan saran dan pertimbangan kepada presiden. Status kelembagaan yang kuat akan mempermudah KPPU menjalankan kewenangan advokasi kebijakan sama seperti lembaga serupa di Australia, Jepang, Korea, Europa dan USA.

Menurut Syarkawi, KPPU juga akan memiliki kewenangan baru berupa penggeledahan. Kewenangan ini diharapkan akan mempertajam taring KPPU Dalam membuktikan praktik persaingan usaha tidak sehat. Rencananya, teknis penggeledahan ini diatur dalam peraturan turunan RUU tersebut.

Syarkawi menegaskan, kendati saat ini kewenangan KPPU belum seberapa kuat, namun pihaknya tetap berupaya mengoptimalkan fungsi untuk pencegahan dan penegakan hukum persaingan usaha. Menurut dia, sudah banyak perkara besar yang telah diputuskan KPPU melanggar prinsip persaingan usaha yang sehat.

Antara lain, kasus distribusi garam, kartel pesan singkat atau SMS, penetapan harga ban, perdagangan sapi impor, pengaturan produksi bibit ayam pedaging (broiler), serta persekongkolan tender jasa kontraktor minyak dan gas bumi (migas).

“Kalau kewenangan KPPU diperkuat, kami akan lebih mudah mengungkap kasus-kasus praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang melibatkan pengusaha besar. Kami bisa melindungi pelaku usaha dalam negeri dan konsumen dari kartel yang bersifat Internasional (cross border cartel) yang kecenderungannya semakin tinggi dalam beberapa tahun ke depan seiring dengan Implementasi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)”, tegas Syarkawi.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Biaya per Perkara di MK, 2014 Rp Rp359,1 Juta, 2016 Cuma Rp59,4 Juta

JAKARTA-Center For Budget Analysis (CBA) menuding Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai

BI Donasikan Alkes Penanganan COVID-19 Rp13,75 Miliar

JAKARTA-Gugus Tugas Nasional kembali menerima donasi untuk menangani pandemi COVID-19.