JAKARTA-Menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014, koalisi partai politik (parpol) dipengaruhi oleh tiga faktor yakni, faktor ideologi (platform) program dan tokoh. Tiga faktor ini menjadi pertimbangan yang sangat menentukan dan bagi parpol untuk membangun koalisi.
Hal ini disampaikan Wakil Ketua MPR-RI, Hajrianto Y Thohari dalam Dialog Pilar Negara bertajuk ‘Arah Koalisi Partai Politik Jelang Pemilihan Presiden” di Gedung Perpustakaan MPR-RI, Jakarta, Senin (12/5).
Dia mengatakan, kalau persoalan tokoh kerap menyebabkan kebuntuan dalam berkoalisi. Sementara koalisi yang dibangun dalam sistem sekarang ini ujar Hajrianto mendorong terjadinya koalisi pragmatis yang beraroma oportunistik, terutama dihubungkan dengan pilihan utama dalam berkoalisi yaitu meraih kemenangan.
Fatalnya, pilihan menang itu sangat bergantung dari hasil survei dari lembaga survei. Lembaga survei menurut dia, menjadi juru pandu parpol dalam menentukan arah berkoalisi. “Kalau saja parpol punya paradigma yang tegas terhadap calon dan memiliki program yang menyentuh kehidupan rakyat, parpol bisa melepaskan diri dari ketergantungan survei. Sebab saat ini ada kecendrungan hasil survei didewa-dewakan dan memandu koalisi. Dan kita menunggu parpol melakukan pendidilkan politik dengan membuat poros baru,” ujarnya.
Selain itu, katanya, perbincangan parpol-parpol sangat longgar terhadap faktor ideologi dan program yang akan di usung, sehingga akan terbentuk koalisi yang pragmatis, oportunis. “Banyak pihak tidak memperhatikan ideologi suatu partai dan program yang akan dilaksanakan dalam koalisi. Koalisi saat ini hanya berdasarkan hasil survey siapa tokoh yang akan menang dalam pilpres nanti,” katanya.
Sementara itu, Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris menjelaskan, proses koalisi antar parpol dalam menghadapi Pilpres 2014, lebih alot jika dibandingkan pada Pilpres 2004 dan 2009. Kondisi tersebut karena perolehan suara parpol-parpol pada pemilu tahun ini cenderung berimbang. “Tak ada perbedaan yang menyolok antar partai pemenang pikleg, semuanya berimbang. Pemenang saja dapat 18 persen,” jelasnya.
Haris menambahkan, munculnya pola koalisi berbasis platform, misalnya yang ditawarkan Joko Widodo (Jokowi) tentu tidak mempengaruhi. Sementara, perolehan suara PDI-Perjuangan hanya 18 persen. “Hal ini tentu tak mungkin dapat mengikat partai-partai lain dalam koalisi,” pungkasnya. (OCTA HAMDI)