Langkahi Sri Sultan, Roy Suryo Dituntut Minta Maaf

Wednesday 26 Feb 2014, 9 : 42 pm
by

JAKARTA-Keterlibatan Roy Suryo dalam upaya penyelesain konflik Kraton Surakarta berbuntut panjang.  Politisi Partai Demokrat itu dituntut meminta maaf kepada Sri Sultan Hamengkubuwono X, sebagai Raja Keraton Jogyakarta dan masyarakat Jogyakarta karena telah merusak tata krama adat Jawa. Untuk menyelesaikan kasus tersebut, Roy Suryo diminta untuk belajar sejarah Indonesia secara mendalam. “Roy Suryo belajar menghafal Indonesia Raya dululah, baru belajar soal sejarah. Lha sejarah aja tidak tahu koq mau jadi fasilitator penyelesaian kasus Keraton Solo dan penyelesaiannya di Jogyakarta. Bagaimana sebagai seorang ningrat yang bergelar KRMT (Kanjeng Raden Mas Tumenggung-red)  dari Paku Alam tidak mengerti tata santun trah Kerajaan Mataram,” ujar pemerhati budaya lulusan Universitas Harvard, Ramhad Pribadi, dalam jumpa pers di Restoran Pulau Dua, Jakarta, Rabu (26/2).

Rahmad Pribadi yang putera kelahiran Jogyakarta itu menjelaskan bahwa masyarakat Indonesia harus mendukung penyelesaian konflik Kraton Solo. Namun caranya harus benar. Kasus yang dilakukan Menpora itu membuktikan bahwa Roy Suryo perlu berendah hati untuk belajar sejarah dalam rangka penyelesaian konflik Kraton Solo. Dengan belajar sejarah, sandungan sejarah, politik dan budaya dalam penyelesaian kasus tersebut pasti bisa dihindarkan.

Menurutnya, siapa saja boleh ikut terlibat dalam penyelesaian kasus tersebut. Hanya saja yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa keterlibatan Menpora itu baru dilakukan pada saat ini menjelang pemilu. Padahal kasus tersebut sudah terjadi beberapa tahun lalu.  Selain itu, kecurigaan politisasi konflik Keraton Solo juga terlihat dari pemilihan tempat tempat yang digunakan untuk mengundang para tokoh sentral Kraton Solo yakni Paku Buwono XIII Hangabehi dan Panembahan Agung Tedjowulan.

Ditegaskannya, Sri Sultan Hamengkubuwono X lebih pantas membantu penyelesaian konflik Keraton Solo dibanding Roy Suryo. Namun, Gubernur Yogyakarta itu tidak akan pernah mau ikut intervensi kecuali Keraton Surakarta memintanya. Seharusnya, Roy Suryo sebagai utusan Presiden SBY tidak mengundang kedua tokoh sentral Keraton Surakarta itu ke Yogyakarta, yang menjadi kekuasaan Sri Sultan HB X sebagai raja. “Saya tidak akan mempermasalahkan konflik tersebut diselesaikan di lain tempat.  Namun ketika memilih Jogyakarta sebagai tempat penyelesaian, Roy Suryo tidak sadar bahwa Jogyakarta memiliki raja yang kedudukannya diakui oleh undang-undang. Ketika Roy Suryo menghadirkan Presiden SBY dan mengesampingkan peranan Sri Sultan HBX sebagai Raja Jogyakarta, pada saat itulah, Roy Suryo telah melukai hati masyarakat di daerah tersebut,” tegasnya.

Rahmad menyatakan kebingungannya posisi Roy Suryo yang ikut terlibat aktif dalam penyelesaian konflik keluarga Pakubuwono XII itu. Dirinya mengaku tidak menemukan alasan yang tepat  posisi Roy Suryo sebagai Menpora dalam penyelesaian kasus tersebut.  “Kemarin (Selasa-red) dia juga mengundang dan mengadakan konperensi pers di Kemenpora. Lho hubungannya Menpora dan konflik tersebut apa? Kalau konflik itu mengganggu ketertiban umum, maka Menkopolhukam yang lebih pantas mengatasi. Jika dianggap mengganggu pemerintah daerah setempat, Mendagri yang sebaiknya menjadi fasilitator penyelesaian kasus tersebut. Atau kalau dipandang keraton sebagai cagar budaya, maka Menteri Pariwisata dan Industri Kreatif yang pantas untuk terlibat dalam penyelesaian. Lha Menpora itu hubungannya apa?” tanyanya.

Rahmad juga semakin prihatin jika alasan Roy Suryo dalam menyelesaikan kasus tersebut, misalnya, karena dia adalah keturunan ningrat. Dengan posisi sebagai KRMT, dijelaskan lebih lanjut, Roy Suryo sama sekali tidak memiliki hak menawarkan diri sebagai fasilitator. “Kasus antar raja harus diselesaikan oleh raja juga. Roy Suryo tidak tahu diri dan lupa siapa dirinya dalam urutan kekerabatan keluarga besar Mataram,” pungkasnya.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Data SDGs Memungkinkan BUMDes Dapat Saling Bekerjasama

JAKARTA-Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT)  tidak
Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 8,5 bulan impor atau 8,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

Cadev Meningkat Menjadi US$111,2 Miliar

JAKARTA-Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa (Cadev) Indonesia akhir