Mekanisme Sengketa Investasi Merugikan Negara

Saturday 3 Aug 2019, 12 : 51 pm
by
IGJ
Direktur Eksekutif IGJ, Rachmi Hertanti (tengah berhijab)

JAKARTA-Beberapa negara, termasuk negara dari anggota The Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), mengkritik mekanisme sengketa investasi atau Investor-State Dispute settlement (ISDS) karena merugikan.

Setidaknya ada empat kerugian yang paling penting, yaitu pertama, biaya litigasi;kedua, biaya pembayaran kompensasi;ketiga, biaya politik akibat hilangnya ruang kebijakan Negara; keempat, biaya reputasi.

Indonesia sendiri telah banyak digugat oleh investor asing. Tidak hanya membebani anggaran keuangan negara, tetapi juga beberapa kebijakan pada akhirnya tidak dapat diimplementasikan.

Direktur Eksekutif IGJ, Rachmi Hertanti menjelaskan mayoritas kasus ISDS yang dihadapi Indonesia berasal dari investor tambang asing yang menolak mengimplementasikan kebijakan pemurnian komoditas tambang dan status CnC atas lahan tambang di Indonesia. Misalnya kasus Indonesia dengan Churcill Mining, Newmont, maupun India Metal Ferro Alloys.

“Gugatan perusahaan tambang asing terhadap Indonesia telah berkontribusi terhadap terhambatnya hilirisasi industry pertambangan di Indonesia, yang akhirnya kita tidak dapat merasakan dampak positif dari investasi di sektor ini bagi kepentingan perekonomian nasional,” imbuhnya.

Bahkan, kas negara terkuras banyak dari penanganan kasus ISDS. Untuk penanganan kasus Churcill Mining, negara telah mengeluarkan uang sebesar US$ 10,45 Juta, dan untuk kasus IMFA sebesar US$ 2,9 Juta.

“Hingga saat ini belum ada uang yang dikembalikan ke kas negara dari kemenangan yang diperoleh Indonesia,” jelas Rachmi.

Cakupan kebijakan yang bisa digugat oleh investor asing dalam ISDS bisa sangat luas, seperti, tumpang tindih pemberian ijin tambang, pelarangan ekspor bahan tambang mentah, larangan membuang bahan berbahaya, regulasi kesehatan seperti penggunaan bahan kimia berbahaya, pengendalian produk tembakau dan lainnya.

Lutfiyah Hanim dari Third World Network (TWN) mengingatkan bahwa tidak hanya di sektor tambang saja yang ditarget, tetapi mekanisme ISDS dapat merugikan hak rakyat atas kesehatan.

“Contohnya adalah kasus perusahaan rokok Philip Morris yang menggugat pemerintah Australia di arbitrase internasional untuk kebijakan kemasan rokok,” terangnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, Pemerintah Australia kemudian memenangkan gugatan tersebutpada 2015 . Dari kasus tersebut, Australia mengeluarkan dana sebesar 23 juta dolar Australia, untuk biaya hukum dalam proses litigasi tersebut, sedangkan biaya arbitrasi sebesar ½ juta dolar Australia.

Namun dalam keputusan arbitrasi, walaupun memenangkan kasus tersebut, 50 persen dari biaya tersebut harus ditanggung oleh pemerintah Australia, yaitu sebesar 11,7 juta dolar Australia atau sekitar 112 milyar Rupiah.

Perjanjian RCEP adalah perjanjian perdagangan bebas yang dirundingkan oleh ASEAN dengan enam negara mitranya, yaitu Australia, China, India, Jepang, Korea Selatan, dan Selandia Baru sejak tahun 2013. Saat ini, perundingan masih belum selesai dan telah masuk pada putaran ke 26. Perundingan selanjutnya akan dilakukan di Zhengzhou China, mulai tanggal 2 August 2019.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Maxio Holdings Incorporated Borong 14,99% Saham Jaya Swarasa Agung Senilai Rp40,18 Miliar

JAKARTA-Maxio Holdings Incorporated (MHI), perusahaan asal Jepang memborong 164,7 juta

HCML Tambah Pasokan Gas Untuk PGN

JAKARTA-Perusahaan migas Husky CNOOC Madura Limited (HCML) yang mengelola Blok