Oleh: Gabriel Mahal
Umpamanya saja semua para penegak hukum, baik polisi, jaksa, maupun advokat, terlibat praktik-praktik korupsi yudisial, tetapi semua para hakimnya bersih, maka kita masih dapat menaruh harapan tidak terlalu terpuruknya sistem peradilan kita.
Kita masih memiliki benteng terakhir untuk penegakan hukum dan keadilan yang diemban para hakim yang bersih dari korupsi yudisial.
Sayangnya, tidak demikian. Kita banyak mendengar, melihat, dan bahkan mengalami praktik-praktik korupsi yudisial yang dilakukan hakim.
Penegakan hukum dan keadilan jadi terpuruk dalam lingkaran inferno (neraka) praktik korupsi yudisial.
Belakangan ini kita saksikan kasus OTT suap tiga hakim di Pengadilan Negeri Surabaya yang memeriksa dan mengadili perkara Ronald Tannur, dan kasus mantan pejabat Mahkamah Agung Zarof Ricar yang jadi makelar kasus.
Hal serupa ini tidak hanya terjadi di Indonesia yang menyandang predikat Negara Hukum. Sistem peradilan Cina, sebagai salah satu contoh, juga pernah mengalami praktik-praktik korupsi yudisial.
Komentari tentang post ini