Menunggu Nicke Widyawati Mundur Dari Pertamina

Wednesday 26 Aug 2020, 2 : 20 am
by
Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi

Oleh: Uchok Sky Khadafi

Kerugian PT Pertamina pada semestar satu 2020 sampai sebesar US$ 767,92 Juta atau sekitar Rp 11,33 Triliun membuat publik kaget.

Masa ketika harga jual Bahan Bakar Minyak (BBM) sangat mahal, kok bisa bisanya Pertamina mengalami kerugian. Dan kerugian Pertamina ini benar-benar menyedihkan, serta tidak masuk akal.

Untuk menutupi kerugian Pertamina, biasanya bukan menyalahi manajemen Nicke Widyawati yang jelek dalam mengelola perusahaan Pertamina.

Tetapi lebih mencari berbagai alasan lain sebagai senjata pamungkas mengapa perusahaan gagal meraih laba.

Alasan yang sudah muncul ke publik seperti menuduh covid 19, volume penjualan yang turun, fluktuasi Rupiah terhadap Dolar AS, dan melemahnya harga minyak mentah dunia.

Dan empat alasan ini benar-benar dijadikan sebuah pembenaran untuk menyakinkan publik.

Padahal alasan seperti Volume penjualan yang turun, sebetulnya tidak masuk akal, dan tidak harus membuat Pertamina rugi.

Karena Volume penjualan yang turun, sebetulnya bisa ditutupi dengan harga jual BBM kepada masyarakat yang tidak mengalami penurunan atau tetap mahal ketika harga BBM internasional sedang anjlok turun ke titik terendah.

Akibat Harga BBM yang mahal kepada konsumen domestik, sebetulnya Pertamina jauh dari kata merugi.

Malahan Pertamina lebih survive bila dibandingkan dengan negara negara Asean.

Di negara Asean, volume penjualan diperkirakan juga turun. Tetapi perusahaan tetap memperoleh keuntungan. Misalnya, Petronas, Malaysia tetap memperoleh keuntungan.

Meskipun di Malaysia atau negara Asean harga BBM rata rata turun hampir sekitar 50%.

Kemudian alasan lain tentang kerugian Pertamina disebabkan melemahnya harga minyak mentah dunia adalah sebuah kontradiktif.

Justru dengan melemahnya harga minyak dunia, Pertamina seharusnya tidak merugi malahan diuntungkan. Karena perusahaan dapat membeli minyak mentah dan produksi dengan harga murah, dan dijual pula dengan harga mahal di pasar domestik.

Dari kerugian pertamina ini, maka kami dari Center For Budget Analysis (CBA) meminta Presiden Jokowi dan Menteri BUMN, Erick Thohir jangan diam saja untuk menyikapi kerugian Pertamina.

Harus segera mengambil langkah langkah dalam penyelamatan perusahaan pertamina tersebut. Langkah tersebut seperti segera mencari pengganti Nicke Widyawati.

Kemudian kerugian Pertamina sebesar Rp11,33 Triliun harus diselidiki oleh aparat hukum.

Kerugian Pertamina itu, sepertinya bukan kerugian bisnis. Diminta aparat Hukum jangan tersihir dengan alasan kerugian Pertamina disebabkan Fluktuasi Rupiah terhadap Dolar AS.

Fluktuasi inikan terjadi sejak 2019, kok dijadikan alasan utama ?

Penulsi adalah Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) di Jakarta

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Pembangunan Manusia Jadi Prioritas Ahok-Djarot

JAKARTA-Gubernur Petahana DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama kembali menegaskan bahwa komitmennya membangun

14 Kasus Bunuh Diri, Rahman Mangussara Dukung Pembentukan Satgas Judi Online

JAKARTA – Sejak tahun 2023 hingga saat ini, tercatat sebanyak