MPR Duga Ada Upaya Hambat Revisi UU Narkotika

Friday 8 Mar 2019, 5 : 39 pm
Anjasmara

JAKARTA-Masyarakat mendesak agar pemerintah segera merevisi UU nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Alasannya revisi ini sangat diperlukan khususnya untuk memperkuat peran Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam pemberantasan kejahatan narkoba.

Namun sayangnya upaya revisi UU Narkoba ini mendapat hambatan. Karena tidak semua fraksi mendukung revisi UU tersebut. “Kebetulan saya di Baleg DPR, dengan berbagai upaya agar masuk dalam Prolegnas Prioritas , tetapi saya selalu gagal, tidak mendapat dukungan,” kata anggota Fraksi PDI Perjuangan MPR RI, Henry Yosodiningrat dalam diskusi Empat Pilar MPR bertajuk “Narkoba dan Kehancuran Kedaulatan NKRI” bersama anggota Fraksi NasDem MPR RI, Taufiqulhadi dan Mantan Kabag Humas BNN, Kombes Pol Sulistiandriatmoko, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat, (8/3/2019).

Oleh karena itu, kata Politisi PDIP ini mendesak Presiden Jokowi agar mengeluarkan Perppu demi menyelamatkan anak bangsa. “Saya menulis surat kepada presiden meminta supaya dikeluarkan Perppu. Karena kondisi darurat, peraturan perundang-undangan tidak memadai untuk mengatasi kondisi darurat itu,” tambahnya.

Dalam UU Narkotika terdiri dari 155 pasal, dan hanya 37 pasal yang memberikan kewenangan kepada BNN. “Selebihnya mengatur kewenangan Badan POM dan Kementerian Kesehatan,” terangnya lagi.

Henry mendesak agar peran BNN harus dipertegas peran dan fungsinya dalam upaya pencegahan atau memberantas narkotika. Tindakan pencegahan, jangan hanya melalui pintu masuk peredaran narkotika karena jumlahnya ada ribuan. “Pintu masuk kita ada ribuan jumlahnya, pantai kita hampir seratus ribu kilometer, pelabuhan-pelabuhan konvensional banyak, dan komitmen moral penegak hukumnya masih kurang. Mencegah dari pintu masuk tidak akan bisa karena jumlahnya banyak,” ujarnya.

Dia menilai kalau mau mencegah maka harus dari negara asal atau dibentuk bidang khusus di BNN untuk menangani masalah tersebut. BNN ada Polri namun yang harus ditonjolkan adalah sosok lembaga yang “menakutkan” dan tidak kompromi terhadap narkotika. “Seharusnya kita memiliki Kepala BNN yang ‘gila’, karena semua sudah kita lakukan, hanya satu yang belum yaitu meniru gaya pemerintah Filipina dalam memberantas narkotika,” katanya.

Sementara itu Mantan Kabag Humas BNN, Kombes Pol Sulistiandriatmoko mengatakan Presiden Jokowi sudah menegaskan Indonesia termasuk darurat narkoba dan harus ada langkah konkret untuk pernyataan tersebut.

Dia menilai, kalau sudah dalam kondisi darurat maka diperlukan anggaran, satuan tugas (satgas), metode, dan cara kerja khusus untuk menyelesaikan kondisi darurat narkoba tersebut. “Berdasarkan survei tahun 2017, ada 3,3 juta pengguna narkoba di Indonesia, dan itu menjadi pasar yang besar bagi pengedar. Karena itu ada 1001 cara mereka memasukan narkoba ke Indonesia,” katanya.

Menurut dia, Indonesia sudah terlanjur menjadi pasar besar bagi pengedar narkotika sehingga diperlukan tindakan ekstra, bukan langkah yang biasa saja.

Dia menilai apa yang dilakukan BNN tidak ada yang ekstrem yang mencerminkan kondisi darurat narkoba seperti di Deputi Pemberantasan dan Deputi Pencegahan untuk menghadapi kondisi tersebut. “Proses rehabilitasi pengguna narkoba yang bisa dilakukan setahun hanya 14.000 orang, lalu dengan jumlah pengguna 3,3 juta orang butuh berapa tahun untuk menyelesaikan masalah tersebut,” ujarnya.

Anggo Komisi III DPR, Taufiqulhadi sepakat memang UU Narkotika harus dibenahi kembali. Dengan revisi ini agar bisa dibedakan antara pengguna dengan pengedar. “Saya tetap berprinsip bahwa pengguna itu, apakah dia dengan sengaja atau tidak harus di rehabilitasi,” ujarnya.

Namun, kata anggota Fraksi Nasdem, Undang-Undang yang sekarang ini belum bisa membedakan hal tersebut. Seharusnya memang ada hukuman itu harus ditegaskan. “Misalnya, hukumannya adalah rehabilitasi, jadi tetap ada prinsip hukuman. Nah, kalau sekarang menggunakan undang-undang ini. Ya, rehabilitasi adalah tetap saja kita anggap sebagai hukuman,” paparnya.

Yang kedua adalah, lanjut Taufiq, kondisi yang salah kaprah. Sekarang ini keluarga yang terkena masalah narkoba tidak berani menyampaikan kepada publik. “Karena akan dicari penegak hukum. Kemudian masyarakat dengan cepat menyalahkannya. Karena itu, masyarakat harus menempatkan persoalan itu dengan tepat,” pungkasnya. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Polres Tangsel Amankan Pelaku Sodomi Bocah SD

TANGERANG-Kepolisian Resor Kota Tangerang Selatan (Tangsel) akhirnya berhasilkan mengamankan bocah

Call Center 110 Akan Memanfaatkan Artificial Intelligence

JAKARTA-Komunitas 110 menyambut positif peluncuran nomor pelayanan pengaduan dengan kode