Neraca Perdagangan Tekor US$2,5 Miliar April 2019

Wednesday 15 May 2019, 2 : 11 pm
Kompas.id
Kesibukan aktivitas bongkar muat kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Senin (14/1/2019). Pelabuhan Tanjung Priok yang dikelola oleh Pelindo II ini setidaknya melayani 300.000 peti kemas per bulan. Kompas/Totok Wijayanto (TOK) 14-01-2019

JAKARTA-Neraca perdagangan Indonesia pada April 2019 mengalami defisit sebesar 2,5 miliar dolar AS. Hal ini disebabkan oleh defisit sektor migas dan nonmigas masing-masing sebesar 1,49 miliar dolar AS dan 1,01 miliar dolar AS.

Berdasarkan catatan, pada April 2019, ekspor mencapai 12,6 miliar dolar AS, turun 10,80 persen dibandingkan Maret 2019 yang senilai 14,12 miliar dolar AS.”Kalau dibandingkan posisi April 2018, ekspor mengalami penurunan sebesar 13,10 persen dari 14,5 miliar dolar AS,” kata Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suharyanto dalam paparan di Jakarta, Rabu (15/5/2019).

Sementara itu, impor April 2019 yang tercatat 15,10 miliar dolar AS, naik dari Maret 2019 sebesar 12,25 persen senilai 13,45 miliar dolar AS. Kenaikan terjadi di impor migas sebesar 46,99 persen dan nonmigas sebesar 7,82 persen.

Meski demikian, Suharyanto menyebut capaian impor April 2019 itu masih lebih kecil dibandingkan dengan nilai impor April 2018 sebesar 16,16 miliar dolar AS.

“Ada beberapa komoditas yang dapat dikendalikan impornya sehingga total nilai impor April 2019 lebih kecil dibandingkan April 2018,” katanya.

Secara kumulatif, neraca perdagangan sepanjang Januari-April 2019 mengalami defisit sebesar 2,56 miliar dolar AS. Defisit terjadi karena migas defisit 2,7 miliar dolar AS karena hasil minyak yang menurun. Sementara nonmigas mengalami surplus sebesar 204,7 juta dolar AS. “Tentu kita berharap ke depan neraca perdagangan akan membaik,” katanya.

Meski tidak mengamini secara gamblang, defisit neraca perdagangan pada April 2019 ditengarai menjadi yang terdalam setelah Juli 2013 dengan defisit 2,3 miliar dolar AS. “Kalau data yang ada, Juli 2013 memang defisit mencapai 2,3 miliar dolar AS,” katanya.

Sejumlah hal yang mempengaruhi kondisi saat ini diantaranya perekonomian global yang masih cenderung melambat, harga komoditas yang masih berfluktuasi, perang dagang antara AS dan Tiongkok yang semakin memanas, juga faktor geopolitik yang berpengaruh.

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Don't Miss

Gereja Harus Menjadi Suri Teladan Hidup

DEPOK-Gereja harus terus menjadi lilin penerang, jadi contoh dan teladan

BI Rilis Indeks Literasi Ekonomi Syariah

JAKARTA-Bank Indonesia (BI) mengeluarkan Indeks Literasi Ekonomi Syariah sebagai salah